ABUJA, KOMPAS.TV - Banyak perempuan di Nigeria memiliki bekas luka di dada yang berdampak jangka panjang bagi kesehatan mereka. Bekas luka ini didapat dari tradisi menyetrika payudara, salah satu kekerasan berbasis gender yang jarang dilaporkan di dunia.
Tradisi menyetrika payudara dirawat dengan dalih mencegah kekerasan seksual di kalangan remaja. Perempuan Nigeria dan negara Afrika lain kerap mengalaminya saat pubertas: ditahan perempuan dewasa kemudian dikempa besi panas di bagian dada.
Masyarakat yang melestarikan tradisi ini berangapan, payudara remaja yang disetrika akan menjadi rata sehingga tidak menarik perhatian laki-laki; sehingga perempuan itu diharapkan tidak akan diperkosa, dilecehkan, hingga mengalami penculikan dan pernikahan paksa bagi anak di bawah umur.
Elizbath John (27), warga di perkampungan Gbagyi, Abuja mengaku mengalami masalah kesehatan permanen dan trauma seumur hidup usai payudaranya disetrika. Payudara John disetrika sehari usai ia berulang tahun ke-10, saat masih tinggal bersama orang tuanya di selatan Nigeria.
John masih mengingat bagaimana ia dipegangi tiga perempuan dewasa, lalu ibunya menekankan alu membara ke payudaranya yang sedang tumbuh. Sang ibu tetap menekankan alu tersebut kendati anaknya berteriak kesakitan.
Kata John, hidupnya berubah untuk selamanya usai tindakan itu ditempuh sang ibu demi melindunginya dari kekerasan seksual. John masih merasakan sakit hingga bertahun-tahun usai payudaranya disetrika.
"Sebelum menikah, saya sering membeli obat penahan rasa sakit untuk sakit payudara, tetapi itu memburuk setelah pernikahan, saat saya berusaha menyusui anak saya," kata John dikutip Al Jazeera.
Baca Juga: Geng Bersenjata Menggila di Nigeria, Culik 100 Orang dari Dua Desa
Tradisi menyetrika payudara membuat payudara John tumbuh tidak proporsional. Otot-otot payudaranya pun lemah dan kendor hingga hari ini.
Dampak tersebut membuat John kesulitan menyusui anaknya. Kemiskinan membuat John dan suaminya tidak bisa menebus perawatan atau membeli susu formula. Anak John kemudian meninggal dunia pada usia empat bulan.
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) memperkirakan fenomena menyetrika payudara berdampak ke sekitar 3,8 juta perempuan di Afrika. Selain di Nigeria, fenomena ini juga ditemukan di Kamerun, Benin, Pantai Gading, Chad, Guinea-Bissau, Kenya, Togo, Zimbabwe, dan Guinea.
Alat untuk menyetrika perempuan remaja umumnya peranti rumah tangga seperti batu asah, palu, besi tuang, spatula, hingga batok kelapa. Alat-alat ini umumnya dibakar lebih dulu hingga membara.
Menurut penelitian National Institutes of Health (NIH) Amerika Serikat, praktik ini kerap dilakukan kerabat perempuan terdekat. Praktik ini kerap disembunyikan sehingga sulit untuk mengukur prevalensi fenomena tersebut.
NIH mencatat bahwa praktik menyetrika payudara adalah pelanggaran hak asasi manusia dan melangar berbagai perjanjian internasional, termasuk Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (CEDAW) dan Konvensi Hak-Hak Anak PBB (UNCRC).
Baca Juga: Kasus Pembunuhan di Indonesia, Mayoritas Korban Adalah Perempuan dan Anak - SPECIAL REPORT
Menurut Badan Kesehatan Afrika (AHO), praktik menyetrika payudara dapat menimbulkan risiko kesehatan signifikan seperti "kanker, abses, kebocoran ASI, payudara disimetris, kista, infeksi payudara, demam tinggi, rusaknya kelenjar, dan bahkan lenyapnya satu atau kedua payudara."
"Praktik ini tidak hanya merusak integritas fisik anak-anak secara serius, tetapi juga merusak kesejahteraan psikis dan sosial mereka," demikian keterangan dalam laman resmi AHO.
Sejumlah aktivis dan organisasi di Nigeria sejak lama telah mengampanyekan bahaya praktik menyetrika payudara. Namun, tak jarang ada masyarakat yang menolak dan menuduh kampanye tersebut mendorong hubungan intim di kalangan remaja.
Direktur eksekutif organisasi Teenage Network Nigeria, Olanike Timipa-Uge mengaku pihaknya telah berulangkali menyurati Kementerian Pemberdayaan Perempuan Nigeria, tetapi tidak beroleh jawaban. Upaya komunikasi dengan pemerintah dijalin seiring aksi langsung yang dijalankan organisasi tersebut.
"Kami melakukan program penjangkauan masyarakat dan advokasi untuk mengedukasi orang tua tentang konsekuensi kesehatan serius praktik menyetrika payudara," kata Timipa-Uge.
"Kami menekankan betapa praktik ini merusak masa depan anak perempuan dan menghalangi aspirasi mereka."
Baca Juga: Konvoi Wagner Disergap Pemberontak Mali, 50 Kombatan Tewas, Disebut Kekalahan Terbesar di Afrika
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.