SHANGHAI, KOMPAS.TV - China mulai memberlakukan aturan yang memberi wewenang kepada pasukan penjaga pantainya untuk menahan warga asing yang dianggap melanggar perbatasan di wilayah yang diklaimnya, di Laut China Selatan.
Negara tetangga dan Kelompok Tujuh (G-7) menuduh Beijing melakukan intimidasi dan pemaksaan di perairan tersebut, yang hampir seluruhnya diklaim oleh China.
Beijing mengabaikan klaim dari beberapa negara Asia Tenggara, termasuk Filipina. Serta putusan internasional yang menyatakan bahwa klaim China tidak punya dasar hukum.
Kapal China dan Filipina sering terlibat konfrontasi di wilayah sengketa, termasuk di sekitar Second Thomas Shoal. Beijing menuduh Manila menempatkan kapal angkatan laut secara ilegal di terumbu tersebut.
China mengerahkan penjaga pantai dan kapal lainnya untuk berpatroli di perairan tersebut dan mengubah beberapa terumbu menjadi pulau buatan yang memiliki pangkalan militer.
Mulai 15 Juni 2024, Penjaga Pantai China dapat menahan warga asing yang “diduga melanggar pengelolaan masuk dan keluar perbatasan,” menurut peraturan baru yang diterbitkan secara online.
Penahanan hingga 60 hari diperbolehkan dalam “kasus rumit,” menurut peraturan tersebut.
“Kapal asing yang secara ilegal memasuki perairan teritorial China dan perairan sekitarnya dapat ditahan,” demikian bunyi aturan tersebut.
Baca Juga: Ancaman Presiden Filipina, Klaim Perang di Laut China Selatan Bakal Dimulai jika Hal Ini Terjadi
Manila menuduh Penjaga Pantai China melakukan “perilaku barbar dan tidak manusiawi” terhadap kapal Filipina.
Presiden Ferdinand Marcos Jr pada Juni menyebut aturan baru tersebut sebagai eskalasi yang “sangat mengkhawatirkan.”
Kapal Penjaga Pantai China menggunakan meriam air terhadap kapal Filipina beberapa kali di perairan yang disengketakan, di mana juga terjadi tabrakan yang melukai beberapa tentara Filipina.
Panglima militer Filipina Romeo Brawner mengatakan kepada wartawan pada 14 Juni bahwa pihak berwenang di Manila sedang “membahas sejumlah langkah yang harus diambil untuk melindungi nelayan.”
Nelayan Filipina diberitahu, "untuk tidak takut, tetapi terus melakukan aktivitas normal mereka untuk menangkap ikan di zona ekonomi eksklusif kami,” kata Jenderal Brawner.
Blok G-7 pada 14 Juni mengkritik apa yang mereka sebut sebagai penyusupan “berbahaya” oleh China di perairan tersebut.
“Kami menentang militerisasi, serta aktivitas pemaksaan dan intimidasi China di Laut China Selatan,” demikian pernyataan G-7 pada akhir pertemuan puncak pada 14 Juni.
Laut China Selatan adalah jalur air penting di mana Vietnam, Malaysia, dan Brunei juga memiliki klaim yang tumpang tindih di beberapa bagian.
Baca Juga: Kapal Penjaga Pantai China Hantam Kapal Militer Filipina dengan Kanon Air, Laut China Selatan Tegang
Konfrontasi terbaru antara China dan Filipina menimbulkan kekhawatiran akan konflik yang lebih luas di laut, yang dapat melibatkan AS dan sekutu lainnya.
Triliunan dolar perdagangan kapal melintasi Laut China Selatan setiap tahun, dan deposit minyak dan gas besar yang belum dieksplorasi diyakini berada di bawah dasar lautnya. Laut ini juga penting sebagai sumber ikan bagi populasi yang terus bertambah.
China membela aturan baru penjaga pantai mereka. Juru bicara Kementerian Luar Negeri mengatakan pada Mei aturan tersebut dimaksudkan untuk “lebih menjaga ketertiban di laut.”
Menteri Pertahanan China memperingatkan pada Juni, bahwa ada “batas” bagi pengekangan Beijing di laut tersebut.
China juga marah dengan kapal perang AS dan Barat lainnya yang berlayar melalui Laut China Selatan. Angkatan Laut AS dan lainnya melakukan pelayaran semacam itu untuk menegaskan kebebasan navigasi di perairan internasional, tetapi Beijing menganggapnya sebagai pelanggaran kedaulatan.
Pasukan China dan AS telah mengalami serangkaian gesekan di Laut China Selatan.
Sumber : Straits Times
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.