CAIRO, KOMPAS.TV - Hamas ingin jaminan tertulis dari Amerika Serikat (AS) untuk gencatan senjata permanen dan penarikan pasukan Israel dari Gaza sebagai syarat untuk menyetujui proposal gencatan senjata yang didukung negara tersebut. Hal ini seperti disampaikan dua sumber keamanan Mesir.
Mediator Qatar dan Mesir mengatakan Hamas telah memberi tanggapan atas rencana gencatan senjata bertahap untuk mengakhiri perang delapan bulan antara Israel dan kelompok Palestina tersebut, tanpa memberikan rincian, seperti dilaporkan oleh Straits Times, Kamis (13/6/2024).
Rencana ini diumumkan pada akhir Mei oleh Presiden AS Joe Biden, mencakup pelepasan bertahap sandera Israel yang ditahan di Gaza dan penarikan pasukan Israel dalam dua fase, serta pembebasan tahanan Palestina, dengan rekonstruksi wilayah yang hancur akibat perang dan pengembalian jenazah sandera yang meninggal di fase ketiga.
Amerika Serikat mengatakan Israel menerima proposal tersebut, tetapi negara Zionis itu belum menyatakan hal ini secara publik.
Sumber-sumber Mesir dan sumber ketiga yang mengetahui pembicaraan mengatakan Hamas khawatir bahwa proposal saat ini tidak memberikan jaminan eksplisit untuk transisi dari fase pertama rencana tersebut, yang mencakup gencatan senjata enam minggu dan pelepasan beberapa sandera, ke fase kedua yang mencakup gencatan senjata permanen dan penarikan pasukan Israel.
Sumber-sumber Mesir mengatakan Hamas hanya akan menerima rencana tersebut jika jaminan tersebut ada, dan Mesir sedang berhubungan dengan AS mengenai permintaan tersebut.
"Hamas ingin jaminan transisi otomatis dari satu fase ke fase lain sesuai dengan kesepakatan yang ditetapkan oleh Presiden Biden," kata sumber ketiga.
Hamas dan otoritas Mesir belum menanggapi permintaan untuk berkomentar.
Baca Juga: AS Desak Hamas Terima Proposal Gencatan Senjata, padahal Netanyahu yang Menolak Berulang Kali
Saat mengumumkan rencana tersebut, Biden mengatakan jika negosiasi untuk pindah ke fase kedua berlangsung lebih dari enam minggu, gencatan senjata akan terus berlanjut selama negosiasi diperpanjang.
Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken pada Rabu (12/6) mengatakan Hamas telah mengusulkan banyak perubahan pada proposal gencatan senjata, beberapa di antaranya tidak dapat dijalankan.
Sebelumnya, seorang pejabat Israel yang berbicara dengan syarat anonim mengatakan Hamas telah mengubah semua parameter utama dan paling penting, menggambarkan tanggapan kelompok tersebut sebagai penolakan terhadap proposal Biden untuk pelepasan sandera.
Seorang pejabat non-Israel yang diberi penjelasan tentang masalah ini, yang juga menolak untuk diidentifikasi mengatakan, Hamas dalam tanggapannya mengusulkan jadwal baru untuk gencatan senjata permanen dengan Israel dan penarikan pasukan Israel dari Gaza, termasuk Rafah.
Namun, pejabat senior Hamas Osama Hamdan membantah kelompok tersebut mengajukan ide-ide baru, menuduh AS ikut serta dengan Israel untuk menghindari komitmen pada cetak biru untuk gencatan senjata permanen. Hamas menggambarkan tanggapannya sebagai positif dan membuka jalur lebar menuju kesepakatan.
Baca Juga: Hamas Respons Keberatan Israel atas Proposal Perdamaian Biden: Tel Aviv Tak Dukung Perang Berakhir
Seperti diketahui, lebih dari 37.000 warga Palestina telah tewas dalam serangan Israel di Jalur Gaza, menurut pejabat kesehatan di wilayah pantai yang dikuasai Hamas. Perang dimulai ketika militan Hamas menyerang Israel pada 7 Oktober 2023, dengan Israel mengklaim serangan itu menewaskan 1.200 orang dan menculik sekitar 250 orang lainnya, menurut hitungan Israel.
Para negosiator dari AS, Mesir, dan Qatar telah berusaha selama berbulan-bulan untuk menengahi gencatan senjata dan membebaskan para sandera, lebih dari 100 di antaranya diyakini masih disandera di Gaza.
Sumber : Straits Times
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.