Israel mengambil alih kendali sisi Palestina di perbatasan Rafah-Mesir pada 7 Mei lalu, setelah aksi militer yang mengabaikan seruan internasional.
Mereka juga menutup perbatasan bagi orang-orang yang terluka yang mencari perawatan ke luar Gaza dan memblokir bantuan kemanusiaan yang sudah langka untuk masuk.
Kantor media Gaza menekankan, anak-anak ini menderita “malanutrisi akut, yang mempengaruhi tubuh mereka, membuat mereka rentan terhadap penyakit menular, menghambat pertumbuhan, dan mengancam kelangsungan hidup mereka.”
"Anak-anak ini tidak memiliki akses ke layanan penting, dan kondisi mereka semakin buruk karena tidak adanya vaksinasi dan obat-obatan penting."
Baca Juga: Save The Children: Sudah Tidak Ada Tempat Aman untuk Anak-Anak di Gaza
Kantor media Gaza menyeru kepada komunitas internasional untuk memenuhi tanggung jawab mereka dan menyelamatkan anak-anak di Gaza.
Mereka mencatat “335.000 anak hidup dalam kondisi yang sangat sulit akibat genosida, pengungsian, dan efek lainnya dari agresi Israel.”
Sejak 2006, Israel memberlakukan blokade di Gaza, menyebabkan sekitar 2 juta dari 2,3 juta penduduknya hidup dalam kondisi bencana dengan kekurangan makanan, air, dan obat-obatan yang parah.
Sejak Israel melancarkan serangan besar terbarunya pada 7 Oktober 2023, lebih dari 36.400 warga Palestina telah tewas di Gaza, sebagian besar adalah perempuan dan anak-anak, dan lebih dari 82.600 lainnya terluka, menurut otoritas kesehatan setempat.
Setelah hampir delapan bulan, sebagian besar Gaza hancur di tengah blokade makanan, air bersih, dan obat-obatan.
Israel dituduh melakukan genosida di Mahkamah Internasional (ICJ), yang dalam putusan terbarunya memerintahkan Tel Aviv untuk segera menghentikan operasinya di Rafah.
Lebih dari satu juta warga Palestina berlindung dari serangan Israel di Rafah, sebelum wilayah itu diinvasi pasukan darat Israel pada 6 Mei.
Sumber : Anadolu
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.