TBILISI, KOMPAS.TV - Presiden Georgia Salome Zourabichvili memveto rancangan undang-undang (RUU) agen asing yang membuat negara itu membara sepekan terakhir.
RUU agen asing tersebut telah membuat Georgia diwarnai dengan demonstrasi besar-besaran di seluruh negara.
Zourabichvili sebelumnya telah berjanji untuk menggagalkan RUU tersebut.
Baca Juga: Zelenskyy Ingin Kerja Sama dengan China untuk Perdamaian Ukraina, Dianggap Bisa Memengaruhi Rusia
Namun, veto-nya masih bisa ditolak oleh mayoritas sederhana di parlemen, yang sebelumnya menyetujui RUU tersebut pada Selasa (14/5/2024), dengan 84 anggota parlemen memberikan suara mendukung, dan 30 lainnya menolak.
RUU yang menimbulkan perpecahan ini mengharuskan organisasi yang menerima lebih dari 20 persen pendanaan dari luar negeri untuk mendaftar sebagai agen asing, atau akan dikenakan denda.
Para penentang mengatakan RUU tersebut meniru undang-undang serupa di Rusia yang digunakan Kremlin untuk membasmi oposisi dan masyarakat sipil.
“RUU ini pada hakikat dan semangatnya, pada dasarnya berasal dari Rusia, bertentangan dengan konstitusi kami dan semua standar Eropa,” ujar Zourabichvili, Sabtu (18/52024), dikutip dari CNN Internasional.
Ia mengatakan RUU tersebut harus dicabut, karena hal ini dapat menghalangi negaranya bergabung dengan Uni Eropa (UE).
UE juga telah memberikan peringatan serupa terkait RUU tersebut.
Gerogia telah mengajukan keanggotaan UE pada 2022, dan telah diberikan status kandidat pada September.
Langkah ini dilihat sebagai upaya untuk membalikkan perpindahan negara beks Uni Soviet it uke Rusia.
Georgia memang sejak lama telah terjebak di antara Rusia dan Barat.
Baca Juga: JK Kunjungi Pattani Thailand, Ingin Pendidikan Tinggi Islam di Pusatkan di Negara Asia Tenggara
Meski Georgia memperoleh kemerdekaan dari Uni Soviet pada 1991 dan jajak pendapat menunjukkan bahwa sekitar 80 persen warga Georgia ingin bergabung dengan UE, sejarah negara itu dengan Rusia membuat hubungannya dengan Eropa menjadi tertatih-tatih.
Sementara itu sikap Georgia terhadap Rusia beragam, meski kedua negara tak memiliki hubungan diplomatik formal sejak Rusia menginvasi Georgia pada 2008.
Warga Rusia yang tinggal dan bekerja di Georgia menikmati persyaratan visa, yang longgar menjadikan negara itu pilihan mudah bagi mereka yang melarikan diri dari wajib militer Rusia ke perang di Ukraina.
Sumber : CNN Internasional
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.