Kompas TV internasional kompas dunia

Mengenal Sosok Yahya Sinwar, Pemimpin Hamas yang Menjadi Target Utama Israel

Kompas.tv - 11 November 2023, 01:00 WIB
mengenal-sosok-yahya-sinwar-pemimpin-hamas-yang-menjadi-target-utama-israel
Yahya Sinwar, Pemimpin Gerakan Perlawanan Islam Hamas di Jalur Gaza (Sumber: Anadolu Agency via Getty Images)
Penulis : Almarani Anantar | Editor : Iman Firdaus

JAKARTA, KOMPAS TV - Yahya Sinwar, yang dikenal sebagai pemimpin Gerakan Perlawanan Islam Hamas di Jalur Gaza, telah menjadi target utama Israel.

Meskipun menjadi bagian dari biro politik Hamas sejak 2017, popularitasnya melonjak pada Mei 2021 saat sayap bersenjata partai tersebut, Brigade Qassam, meluncurkan pertempuran 'Saif Al-Quds' (Pedang Yerusalem) sebagai respons terhadap serangan Israel berulang terhadap jamaah di Masjid Al-Aqsa.

Dikutip dari The Palestine Chronicle, berikut adalah latar belakang hingga perjalanannya menjadi pemimpin Hamas.

Latar Belakang dan Pengalaman Pahit

Yahya Sinwar lahir pada 29 Oktober 1962, di kamp pengungsi Khan Younis.

Ia tumbuh sebagai pengungsi, karena sebelumnya di tahun 1948, orangtuanya diusir dari rumah mereka di Majdal-Askalan, yang kini diambil alih oleh pemukim Israel dan dinamai ulang menjadi Ashkelon.

Tumbuh di bawah pendudukan militer di Jalur Gaza, dan memiliki kehidupan yang penuh penderitaan akibat agresi Zionis, menjadikan pengalaman pahit ini membekas dalam dirinya.

Sehingga hal itulah yang membuatnya terdorong untuk melawan pendudukan Zionis sejak masa kecil.

Baca Juga: Hamas Bantah Sudah Sepakati Gencatan Senjata Kemanusiaan dengan Israel, Perundingan Masih Berjalan

Perjalanannya Menjadi Aktivis Politik

Meski mengalami penderitaan, Yahya Sinwar menjadi pelajar berprestasi secara akademis di Sekolah, dan melanjutkan studinya di Universitas Islam Gaza.

Di sana, ia menjadi salah satu perintis Blok Islam dan menduduki berbagai posisi dewan mahasiswa di Universitas.

Pada tahun 1982, Yahya Sinwar dan anggota dewan mahasiswa lainnya melakukan perjalanan untuk mengunjungi para wanita Palestina di Jenin yang diduga menjadi korban upaya peracunan oleh Israel. 

Namun sayangnya, ia ditangkap dan ditempatkan di bawah penahanan administratif (ditahan tanpa dakwaan atau pengadilan) selama enam bulan, dengan tuduhan bahwa ia berpartisipasi dalam kegiatan subversif Islam. 

Selama masa penahanannya, Yahya Sinwar berteman dengan para aktivis lainnya, seperti Saleh Shehade yang kemudian memimpin sayap bersenjata Hamas hingga pembunuhannya pada tahun 2002.

Baca Juga: Israel Sebut Kepung Pemimpin Hamas Yahya Sinwar di Bunkernya: Mereka Orang Mati Berjalan

Peran dalam Hamas dan Pengalaman Penahanan

Yahya Sinwar bertanggung jawab untuk mendirikan jaringan keamanan bernama Majd.

Majd beroperasi secara rahasia sementara organisasi Ikhwanul Muslimin yang mendahului Hamas, Mujamma Islamiyyah, tetap menjadi kelompok non-kombatan hingga berdirinya Hamas pada akhir tahun 1987. 

Pada tahun 1988, Yahya Sinwar ditangkap dan diduga disiksa secara kejam selama 6 minggu setelah ditemukannya sel-sel bersenjata milik Majd.

Pada tahun 1989, Hamas melakukan serangan bersenjata pertamanya, dan menewaskan dua tentara Israel. Yahya Sinwar dihukum atas tuduhan dalang dari serangan tersebut dan dijatuhi hukuman 426 tahun penjara.

Sebagai pemimpin Hamas dengan profil tertinggi yang dibebaskan dalam kesepakatan pertukaran tahanan tahun 2011, Yahya Sinwar kembali ke Gaza dan akhirnya terpilih sebagai pemimpin Hamas di Jalur Gaza, menggantikan Ismail Haniyeh.

Pada tahun 2017, Hamas melakukan perubahan nama dan memperbarui anggaran dasarnya, yang mengindikasikan bahwa Gerakan Perlawanan Islam akan terbuka untuk menerima Solusi Dua Negara.

Kemudian pada tahun yang sama, Yahya Sinwar memainkan peran utama dalam upaya memperbaiki hubungan antara Otoritas Palestina (PA), yang dipimpin oleh Partai Fatah, dan Hamas, namun tidak berhasil.

Baca Juga: Hamas Ungkap Tujuan Akhir Perang Bukan untuk Memerintah Gaza, tapi demi Masa Depan Palestina

Transformasi Hamas dan Peran Yahya Sinwar

Pada tahun 2018, di bawah kepemimpinan Yahya Sinwar, Hamas mengadopsi platform kebijakan perlawanan non-kekerasan dalam upaya untuk membuka diri terhadap negosiasi diplomatik yang dapat mengakhiri pengepungan di Gaza. 

Kepemimpinan Hamas mendukung gerakan protes massal non-kekerasan, yang dikenal sebagai "Great March of Return", yang dimulai pada tanggal 30 Maret 2018.


 

Namun, Hamas mengubah pendekatannya lagi, setelah keputusan AS yang mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel secara sepihak, dan pembunuhan ratusan pengunjuk rasa tak bersenjata oleh tentara Israel.

Pada Mei 2021, Hamas melancarkan pertempuran Saif al-Quds, yang didukung oleh beberapa kelompok bersenjata lainnya di dalam Jalur Gaza. 

Sejak saat itu, pidato dan penampilan Yahya Sinwar di depan umum menjadikannya pemimpin yang sangat populer di seluruh Dunia Arab.



Sumber : The Palestine Chronicle



BERITA LAINNYA



Close Ads x