SINGAPURA, KOMPAS.TV - Singapura membela statusnya sebagai pusat keuangan global menyusul temuan kasus pencucian uang besar-besaran, Selasa (3/10/2023). Pencucian uang besar-besaran itu disebut mencapai lebih dari 2 miliar dolar AS -- atau setara Rp31,2 triliun -- dalam aset yang disita dan dibekukan. Seorang menteri senior bahkan mengeklaim, jumlah ini kemungkinan termasuk yang terbesar di dunia.
Skala penyelidikan ini mengungkap potensi celah dalam undang-undang anti pencucian uang Singapura yang bisa dieksploitasi oleh sindikat kriminal, memicu pertanyaan di parlemen tentang mengapa hal ini tidak terdeteksi lebih awal.
"Kasus ini mengingatkan bahwa bahkan tindakan pencegahan yang paling ketat pun bisa dielakkan oleh para penjahat yang gigih," kata Menteri Urusan Dalam Negeri Kedua Singapura, Josephine Teo, dalam pidatonya kepada anggota parlemen sebagaimana dilaporkan oleh Daily Sabah
Otoritas Singapura telah menyita dan membekukan aset senilai lebih dari US$2,04 miliar dalam serangkaian razia sejak Agustus terhadap dugaan jaringan pencucian uang internasional, kata Teo.
Polisi Singapura menangkap 10 warga negara asing, berasal dari China, Turki, Kamboja, Siprus Yunani, dan Vanuatu, yang dituduh sebagai anggota jaringan yang diduga mencuci hasil kejahatan luar negeri, termasuk penipuan dan perjudian online.
Semua 10 tersangka aslinya berasal dari China. Diperkirakan akan ada lebih banyak penangkapan dan penyitaan aset seiring berlanjutnya penyelidikan polisi, kata Teo.
Bulan lalu, polisi Singapura mengatakan mereka menyita dan membekukan aset senilai lebih dari US$1,76 miliar dalam serangkaian razia, tetapi jumlah itu sejak itu bertambah ratusan juta dollar seiring berkembangnya penyidikan.
Baca Juga: Polisi Singapura Curi Uang Ganti Rugi untuk Korban Kejahatan Rp484 Juta, Akhirnya Dipenjara 3 Tahun
Teo mengatakan harta yang disita mencakup 152 properti, 62 kendaraan, ribuan botol minuman keras dan anggur kelas atas, uang tunai, mata uang kripto, batangan emas, tas mewah dan jam tangan, serta perhiasan mahal.
Polisi pertama kali menerima "informasi terpisah" tentang transaksi mencurigakan pada tahun 2021, termasuk penggunaan dokumen palsu untuk menutupi asal sumber dana, dan mulai melakukan razia setelah mereka mengumpulkan bukti yang lebih banyak, kata Teo.
"Ini adalah salah satu kasus pencucian uang terbesar di Singapura dan kemungkinan di dunia," kata Teo kepada anggota parlemen.
Rata-rata 43.000 transaksi mencurigakan dilaporkan setiap tahun di Singapura antara 2020 dan 2022, atau lebih dari 150 per hari kerja, katanya.
"Laporan bahwa China memberikan tekanan kepada Singapura untuk menyelesaikan kasus ini sungguh tidak benar," tambahnya.
Menteri Muda Keuangan Singapura Indranee Rajah mengatakan sebuah komite antardepartemen akan dibentuk "untuk menjaga kita tetap terkini dengan kejahatan yang semakin canggih".
Alvin Tan, menteri negara untuk perdagangan, mengatakan beberapa dari tersangka mungkin terkait dengan kantor keluarga, atau entitas yang mengelola aset kontrol satu keluarga, yang mendapat insentif pajak.
Sumber : Daily Sabah
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.