SEOUL, KOMPAS.TV — Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un pada Minggu (17/9/2023) kembali dari lawatannya ke Rusia. Kunjungan selama enam hari ke Rusia tersebut memicu kekhawatiran global mengenai kesepakatan transfer senjata antara kedua negara.
Kereta lapis baja Kim berangkat diiringi lagu patriotik Rusia “Farewell of Slavianka” di akhir upacara perpisahan di stasiun kereta api di Artyom, sebuah kota di Rusia, sekitar 200 kilometer dari perbatasan dengan Korea Utara.
Pejabat senior termasuk Menteri Sumber Daya Alam Rusia Alexander Kozlov dan Gubernur wilayah Primorye Oleg Kozhemyako hadir pada upacara tersebut. Rusia pun menampilkan band militer Rusia yang memainkan lagu kebangsaan Korea Utara dan Rusia.
Ini merupakan perjalanan luar negeri terlama yang dilakukan Kim sejak ia mengambil alih kekuasaan pada akhir tahun 2011. Para pengamat mengatakan Kim diperkirakan akan kembali ke Pyongyang, ibu kota Korea Utara, sekitar Senin sore.
Baca Juga: Rusia Tuding Barat Gunakan Tipu Muslihat Agar Negara Berkembang Mendukung Posisi Ukraina
Dalam kunjungan ke Rusia, Kim bertemu dengan Presiden Vladimir Putin dan mengunjungi situs-situs militer dan teknologi utama. Aktivitas ini semakin menggarisbawahi kerja sama pertahanan kedua negara dalam menghadapi konfrontasi yang terpisah dan semakin intensif dengan Amerika Serikat. Para pejabat dan pakar asing mengatakan Korea Utara dapat menyediakan amunisi yang sangat dibutuhkan untuk perang Moskow melawan Ukraina dengan imbalan teknologi senjata canggih Rusia yang akan memajukan ambisi nuklir Kim.
“Korea Utara mungkin memiliki puluhan juta peluru artileri dan roket tua yang dibuat berdasarkan desain Soviet yang dapat memperkuat pasukan Rusia di Ukraina,” kata para analis. Meskipun sistem artileri lama mereka memiliki reputasi akurasi yang buruk, namun kedua belah pihak dilaporkan menembakkan ribuan peluru artileri setiap hari.
Resolusi Dewan Keamanan PBB – yang sebelumnya didukung oleh Rusia, sebagai anggota tetap – melarang Korea Utara mengekspor atau mengimpor senjata apa pun. Para pengamat mengatakan dugaan upaya Rusia untuk menerima amunisi dan peluru artileri dari Korea Utara menunjukkan keputusasaan Moskow untuk mengisi kembali persenjataannya yang habis dalam perang dengan Ukraina.
“Kerja sama militer antara Korea Utara dan Rusia adalah ilegal dan tidak adil karena bertentangan dengan resolusi Dewan Keamanan PBB dan berbagai sanksi internasional lainnya,” kata Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol dalam tanggapan tertulisnya pada hari Minggu atas pertanyaan dari The Associated Press. “Komunitas internasional akan bersatu lebih erat dalam menanggapi langkah tersebut.”
Sumber : Associated Press
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.