FRANKFURT, KOMPAS.TV - Uni Eropa menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi tahun ini dan tahun depan. Blok negara Eropa itu menyatakan inflasi sangat memengaruhi keinginan masyarakat untuk berbelanja di toko-toko, sementara suku bunga yang lebih tinggi secara tajam membatasi kredit yang diperlukan untuk investasi dan pembelian.
Proyeksi Komisi Eropa itu diumumkan Senin (11/9/2023) ketika ketakutan akan resesi makin tumbuh, dan Bank Sentral Eropa ECB menghadapi keputusan penting minggu ini tentang apakah akan terus menaikkan suku bunga yang bertujuan untuk mengendalikan inflasi.
Melansir Associated Press, 20 negara yang menggunakan mata uang Euro diperkirakan akan mengalami pertumbuhan sebesar 0,8% tahun ini daripada proyeksi 1,1% dalam perkiraan musim semi, kata komisi tersebut. Untuk tahun depan, ekspektasi pertumbuhan diturunkan menjadi 1,3% dari 1,6%.
"Pelambatan dalam permintaan domestik, terutama konsumsi, menunjukkan harga konsumen yang tinggi dan terus meningkat lebih parah daripada yang diharapkan untuk sebagian besar barang dan jasa," kata pernyataan komisi tersebut.
Komisioner Ekonomi Uni Eropa, Paolo Gentiloni, mengatakan pelambatan lebih lanjut dalam beberapa bulan mendatang diperkirakan terjadi karena ekonomi menghadapi 'angin berlawanan'.
Salah satu sumber ketidakpastian adalah sejauh mana ECB akan bergerak dalam hal suku bunga. Pasalnya, kredit yang lebih mahal membatasi pertumbuhan ekonomi di beberapa area seperti properti. Tetapi jika suku bunga yang lebih tinggi berhasil menurunkan inflasi, itu akan meningkatkan daya beli konsumen.
Ketakutan akan resesi tumbuh bahkan setelah zona Euro melewati musim dingin tanpa gejolak resesi, mencatat pertumbuhan stagnan sebesar 0,1% dalam dua kuartal pertama tahun ini.
Baca Juga: Inflasi di Jerman, Banyak Hewas Peliharaan Terlantar, Pemilik Tak Sanggup Merawat!
Survei dari para manajer pembelian menunjukkan aktivitas ekonomi berkontraksi di semua ekonomi zona euro utama, menurut Alexander Valentin, ekonom senior di Oxford Economics. Survei itu disebutnya sebagai data yang membuat risiko resesi semakin meningkat.
Salah satu sumber kelemahan utamanya adalah Jerman, ekonomi berorientasi manufaktur dan ekspor yang terkena dampak kenaikan harga energi dan perlambatan permintaan di China, mitra perdagangan utama Jerman.
Komisi tersebut menurunkan proyeksi untuk ekonomi terbesar Eropa ini tahun ini menjadi minus 0,4%. Jerman adalah satu-satunya ekonomi besar yang diperkirakan akan mengalami kontraksi tahun ini, menurut Dana Moneter Internasional, yang memperkirakan penurunan sebesar 0,3%.
Namun, keadaan ekonomi zona Euro yang lebih besar tidak mirip resesi biasa, karena tingkat pengangguran berada pada rekor terendah dan upah secara bertahap mengejar daya beli yang hilang akibat inflasi seiring tuntutan pekerja agar bisa mendapatkan lebih banyak daya beli.
Harga energi turun sejak lonjakan brutal mereka yang terkait dengan perang Rusia di Ukraina, sementara inflasi makanan terus menurun. Inflasi tahunan mencapai 5,3% pada bulan Juli, turun dari puncak 10,6% pada bulan Oktober.
Zona Euro mengalami dua guncangan dari serangan terhadap Ukraina dan pandemi Covid-19. Rusia memutuskan sebagian besar pasokan gas alamnya ke Eropa, membuat harga melambung, yang memicu perlombaan untuk mendapatkan pasokan alternatif walau lebih mahal.
Baca Juga: Jerman Alami Resesi, Pemerintah Optimistis, tapi Warga Tak Belanja dan Pilih Menabung
Pemulihan ekonomi dari pandemi mengangkat harga konsumen karena permintaan akan barang menciptakan kemacetan dalam pasokan bahan baku dan suku cadang, yang sekarang sebagian besar telah mereda.
Harga yang lebih tinggi menyebar ke makanan dan kemudian jasa, kategori luas yang mencakup pangkas rambut dan menginap di hotel hingga perawatan medis dan perbaikan mobil.
Prospek pelemahan pertumbuhan ekonomi membuat beberapa ekonom memprediksi bahwa Bank Sentral Eropa mungkin akan menahan diri untuk tidak menaikkan suku bunga pada hari Kamis setelah sembilan kenaikan berturut-turut.
Presiden ECB, Christine Lagarde, mengatakan keputusan tersebut terbuka dan akan diambil berdasarkan data yang tersedia. Dalam waktu sedikit lebih dari satu tahun, bank sentral ini telah menaikkan suku bunga deposito acuan dari minus 0,5% menjadi 3,75%, kecepatan tertinggi sejak mata uang euro diluncurkan pada tahun 1999.
Penurunan proyeksi Uni Eropa ini datang ketika euro diperdagangkan lebih rendah terhadap dolar AS, sekitar US$1,07 untuk 1 Euro, turun dari sekitar $1,12 pada akhir Juli.
Salah satu alasan adalah kenaikan terus-menerus dolar, yang mencatatkan kenaikan terhadap mata uang utama lainnya selama delapan minggu berturut-turut seiring pasar semakin melihat kelemahan ekonomi di China dan Eropa daripada di Amerika Serikat.
Euro yang lebih lemah dapat mempersulit ECB karena akan meningkatkan harga barang-barang impor, seperti energi, yang dihargai dalam dolar. Di sisi lain, hal itu membuat ekspor Eropa lebih kompetitif dari sisi harga.
Sumber : Associated Press
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.