WASHINGTON, KOMPAS.TV - Amerika Serikat (AS) mengungkapkan keberhasilan membunuh pemimpin ISIS Somalia lewat operasi militer.
Dua pejabat Pemerintahan Presiden Joe Biden pada Kamis (26/1/2023) mengungkapkan telah membunuh pemimpin senior ISIS Somalia dan 10 anggotanya di utara Somalia, Rabu (25/1/2023).
Menteri Pertahanan AS Lloyd Austin mengonfirmasikan bahwa pemimpin ISIS Somalia, Bilal al-Sudani telah terbunuh dalam serangan tersebut.
“Pada 25 Januari atas perintah dari presiden, militer AS melakukan operasi serangan di utara Somalia yang menghasilkan kematian sejumlah anggota ISIS, termasuk Bilal al-Sudani, seorang pemimpin ISIS Soamlia dan fasilitator kunci untuk jaringan global ISIS,” kata Austrin dikutip dari CNN.
Baca Juga: Covid-19 di China Mengerikan, Pedesaan Mulai Kehabisan Peti Jenazah
“Al-Sudani bertanggung jawab mendorong pertumbuhan kehadiran ISIS di Afrika dan untuk mendanai operasi kelompok tersebut di seluruh dunia, termasuk di Afghanistan,” tambahnya.
Austin mengatakan bahwa tak ada warga sipil yang terluka atas operasi militer yang mereka lakukan.
“Kami berterima kasih kepada anggota dinas luar biasa kami serta komunitas intelijen dan mitra antarlembaga kami lainnya atas dukungan mereka terhadap keberhasilan operasi kontraterorisme ini,” ujarnya.
Ia menuturkan bahwa militer AS sebenarnya bersiap untuk menangkap Al-Sudani.
Tetapi tanggapan bermusuhan dari pasukan lawan akhirnya mengakibatkan kematian Al-Sudani.
Namun, menurut seorang pejabat senior Pemerintahan Biden menegaskan bahwa operasi ini merefleksikan ketakutan bahwa kelompok tersebut terus berkembang, meski adanya upaya internasional untuk mengadang mereka.
Baca Juga: Usai Perkosa 2 Perempuan, Pria Skotlandia Ganti Kelamin, Debat Sengit hingga PM Turun Tangan
“Pendekatan kami dmulai dari pengakuan fundamental bahwa ancaman terorisme hari ini semakin menyebar, beragam secara ideologis dan tersebar secara geografis dibandingkan 20 tahun lalu,” ujar pejabat yang namanya tak disebutkan itu dilansir dari Newsweek.
“Itu berarti, seperti yangt pernah kami katakan sebelumnya, bahwa kami tak mampu mengalokasikan tentara secara global, dengan cara yang mencerminkan gambaran ancaman September 2001, bukan peta ancaman yang sebenarnya kita hadapi saat ini,” tambah pejabat itu.
Menurutnya AS perlu memiliki kombinasi jejak kaki ringan, ketangkasan operasional, dan intelijen di dalam menentukan dari mana ancaman terhadap AS muncul.
Sumber : CNN/Newsweek
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.