KABUL, KOMPAS.TV - Tiga lembaga bantuan internasional, Save the Children, Norwegian Refugee Council dan CARE memilih menghentikan operasional mereka di Afghanistan. Keputusan itu diambil menyusul keputusan Taliban melarang perempuan bekerja di LSM dan memberhentikan seluruh staf perempuan yang sudah bekerja di sana.
Save the Children, Norwegian Refugee Council dan CARE mengatakan mereka tidak dapat secara efektif melayani anak-anak, perempuan dan laki-laki yang sangat membutuhkan bantuan di Afghanistan tanpa perempuan dalam angkatan kerja mereka.
Larangan untuk LSM mempekerjakan staf perempuan diumumkan sehari sebelumnya, dengan alasan karena perempuan tidak mengenakan jilbab dengan benar sesuai standar Taliban.
Ketiga LSM tersebut, Save the Children, Norwegian Refugee Council dan CARE menyediakan layanan kesehatan, pendidikan, perlindungan dan nutrisi anak serta dukungan di tengah kondisi kemanusiaan yang menurun.
"Kami mematuhi semua norma budaya dan kami tidak bisa bekerja tanpa staf perempuan kami yang berdedikasi, penting bagi kami agar bisa mengakses perempuan Afghanistan yang sangat membutuhkan bantuan," kata Neil Turner, kepala Norwegian Refugee Council untuk Afghanistan kepada Associated Press, Minggu (25/12/2022).
Dia mengatakan lembaga yang dia pemimpin punya 468 staf perempuan yang bekerja di seluruh Afghanistan melayani rakyat negara itu.
Pengambilalihan Taliban pada Agustus 2021 membuat ekonomi Afghanistan terpuruk dan mengubah drastis negara itu, mendorong jutaan orang ke dalam kemiskinan dan kelaparan. Bantuan asing berhenti hampir dalam semalam.
Sanksi terhadap penguasa Taliban, penghentian transfer bank, dan pembekuan miliaran cadangan mata uang Afghanistan membatasi akses ke lembaga global dan dana internasional untuk mendukung ekonomi Afghanistan yang bergantung pada bantuan sebelum penarikan pasukan AS dan NATO.
Baca Juga: Taliban Kini Perintahkan Seluruh LSM Asing Berhentikan Staf Perempuan, Picu Reaksi Lebih Keras
Bulan lalu, dalam sebuah wawancara dengan AP, seorang pejabat tinggi dari Komite Palang Merah Internasional Martin Schuepp mengatakan, lebih banyak warga Afghanistan akan berjuang untuk bertahan hidup karena kondisi kehidupan memburuk di tahun depan sementara Afghanistan bersiap untuk musim dingin kedua di bawah kekuasaan Taliban.
AS memperingatkan larangan bagi LSM akan mengganggu bantuan penting dan menghambat upaya menyelamatkan nyawa jutaan orang. "Perempuan adalah pusat operasi kemanusiaan di seluruh dunia," kata Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken, Sabtu. "Keputusan ini bisa menghancurkan rakyat Afghanistan."
Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres mengatakan dia sangat terganggu dengan laporan larangan Taliban kepada LSM yang bekerja di negara itu.
"Perserikatan Bangsa-Bangsa dan mitranya, termasuk organisasi nonpemerintah nasional dan internasional, membantu lebih dari 28 juta warga Afghanistan yang bergantung pada bantuan kemanusiaan untuk bertahan hidup," kata Guterres dalam sebuah pernyataan.
International Rescue Committee (IRC) menyatakan kekecewaan mereka dengan keputusan Taliban. IRC sendiri memperkerjakan lebih dari 3.000 staf perempuan di Afghanistan. Belum jelas apakah IRC juga akan menangguhkan operasi kemanusiaan mereka.
Perintah Taliban terhadap LSM itu tertulis dalam surat pernyataan pada hari Sabtu dari Menteri Ekonomi Qari Din Mohammed Hanif. Dalam pernyataannya, organisasi mana pun yang ditemukan tidak mematuhi perintah itu akan dicabut izinnya di Afghanistan.
Juru bicara Kementerian, Abdul Rahman Habib, menolak mengomentari keputusan LSM untuk menangguhkan operasi mereka atau memberikan rincian tentang larangan tersebut.
Baca Juga: Taliban Larang Perempuan Afghanistan Bekerja di LSM, Dianggap Telah Langgar Aturan Berpakaian
Rentetan peraturan dari pemerintah Taliban yang semuanya laki-laki dan digerakkan oleh agama mengingatkan pada aturan mereka di akhir 1990-an ketika mereka melarang perempuan dari pendidikan serta ruang publik, termsuk melarang musik, televisi, dan banyak olahraga.
Perintah Kementerian Ekonomi datang beberapa hari setelah Taliban melarang mahasiswi mengikuti pendidikan tingkat universitas di seluruh negeri. Larangan ini memicu reaksi di luar negeri dan demonstrasi di kota-kota besar Afghanistan.
Sekitar Sabtu tengah malam di kota Herat, di mana pengunjuk rasa sebelumnya dibubarkan dengan meriam air, warga membuka jendela mereka dan meneriakkan "Allahu Akbar (Tuhan Maha Besar)" dalam solidaritas dengan siswa perempuan.
Di selatan kota Kandahar juga pada hari Sabtu, ratusan mahasiswa laki-laki memboikot ujian akhir semester mereka di Universitas Mirwais Neeka. Salah satu dari mereka mengatakan kepada The Associated Press bahwa pasukan Taliban mencoba membubarkan kerumunan saat mereka meninggalkan ruang ujian.
"Mereka mencoba membubarkan kami sehingga kami meneriakkan slogan-slogan, kemudian yang lain bergabung dengan slogan-slogan tersebut," kata Akhbari, yang hanya menyebutkan nama belakangnya.
"Kami menolak untuk bergerak dan Taliban mengira kami sedang memprotes. Taliban mulai menembakkan senapan mereka ke udara. Saya melihat dua orang dipukuli, salah satunya di kepala."
Juru bicara Gubernur Provinsi Kandahar, Ataullah Zaid, membantah adanya protes. Ada beberapa orang yang berpura-pura menjadi siswa dan guru, katanya, namun dihentikan oleh siswa dan aparat keamanan.
Sumber : Associated Press
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.