BRUSSELS, KOMPAS.TV - G7 dan Uni Eropa (UE) akhirnya setuju untuk membatasi harga minyak Rusia sebagai tanggapan atas perang Rusia di Ukraina.
Pada Jumat (2/12/2022), G7 dan Australia mengungkapkan akan memaksa pembatasan harga minyak Rusia per 5 Desember 2022, atau secepatnya.
Langkah G7 ini mengikuti UE yang telah lebih dulu membatasi harga minyak Rusia pada level 60 dolar AS atau setara Rp922.000 per barel.
Pembatasan harga ini untuk "mencegah Rusia dari mendapatkan untung atas agresi perangnya terhadap Ukraina,” bunyi pernyataan bersama G7 dan Australia dikutip dari BBC.
Baca Juga: PM Finlandia Akui Dukungan AS Penting untuk Melawan Invasi Rusia ke Ukraina: Eropa Tak Cukup Kuat
Langkah itu juga disebut bertujuan "mendukung stabilitas di pasar energi global dan meminimalkan limpahan ekonomi negatif dari agresi perang Rusia, khususnya terhadap negara-negara berpenghasilan menengah ke bawah, yang merasakan dampak tak sebanding dari perang Putin.”
UE sendiri setuju dengan pembatasan harga minyak Rusia setelah berhasil merayu Polandia untuk kembali mendukungnya.
Rencana pembatasan itu memang membutuhkan persetujuan semua negara anggota UE.
Polandia mengumumkan dukungannya setelah diyakinkan bahwa pembatasan itu akan berada 5 persen di bawah harga pasaran.
Sebelumnya Uni Eropa berencana membatasi harga minyak Rusia sekitar 65 sampai 70 dolar AS, tetapi ditolak oleh Polandia, Lithuania, dan Estonia yang merasa harga itu terlalu tinggi.
Penawaran Menarik kepada Putin
Menurut pengamat energi dari kelompok pemikir Bruegel, Ben McWilliams, angka 60 dolar AS per barel, yang tidak terlalu jauh dari harga aktual minyak Rusia, akan mengurangi kekuatan dari langkah pembatasan harga tersebut.
“Menurut saya, G7 saat ini masih takut barel Rusia akan ditarik dari pasar global, sehingga mereka memberikan penawaran yang menarik kepada Putin,” ujar McWilliams kepada Euronews.
“Jika Rusia mematuhinya, itu akan menjadi momen bersejarah dalam sejarah pasar minyak,” lanjutnya.
Baca Juga: Kabinet Baru Malaysia, PM Anwar Ibrahim Rangkap Menteri Keuangan dan 2 Menteri Juga Jadi Wakilnya
Dampaknya pun akan sangat terasa untuk Rusia, karena penjualan bahan bakar fosil adalah sumber pendapatan Rusia, yang mewakili lebih dari 40 persen anggaran federalnya.
Menurut Pusat Penelitian Energi dan Kebersihan (CREA), sejak awal perang pada 24 Februari hingga 28 November 2022, Moskow telah memperoleh lebih dari 116 miliar euro (Rp1.879 triliun) dari penjualan minyak mentah.
Sedangkan 38 miliar euro (Rp615 triliun) dari produk minyak dan kimia.
UE sendiri merupakan pembeli terbesar minyak Rusia pada periode tersebut.
Sumber : BBC/Euronews
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.