MOSKOW, KOMPAS.TV - Sebuah laporan intelijen Rusia yang bocor mengungkapkan, Moskow ternyata berniat menginvasi Jepang, sebelum akhirnya menyerang Ukraina.
Laporan itu berasal dari surat elektronik Badan Keamanan Federal Rusia (FSB).
Di surat bertanggal 17 Maret itu, Rusia telah mempersiapkan invasi ke Jepang pada musim musim panas 2021.
Seperti diungkapkan Newsweek, surat tersebut dikirim oleh agen yang dijuluki Wind of Change kepada Vladimir Osechkin, seorang aktivis hak asasi manusia yang menjalankan situs anti-korupsi Gulagu.net, dan kini diasingkan di Prancis.
Baca Juga: Terungkap! Penasihat Militer Iran yang Bantu Rusia di Perang Ukraina Tewas di Krimea
Agen FSB itu kerap menuliskan secara reguler ke Osechkin, mengungkapkan kemarahan dan ketidakpuasan di atas perang yang dimulai di Ukraina pada 24 Februari.
Igor Sushko, Direktur Eksekutif Kelompok Peneliti Wind of Change, organisasi non-profit yang berbasis di Washington, telah menerjemahkan korespondensi itu dari Rusia ke Inggris sejak 4 Maret lalu.
Ia pun membagikan surat elektronik yang diterimanya itu kepada Newsweek, termasuk laporan singkat 17 Maret.
Surat yang telah dipublikasikan Osechkin itu telah dianalisis oleh Christo Grozev, seorang ahli dari FSB.
Ia mengatakan dirinya telah memperlihatkan surat tersebut ke dua kontaknya di FSB, yang tak ragu bahwa surat tersebut ditulis oleh koleganya.
Pada surat yang dikirimkan Osechkin, agen tersebut mengungkapkan, Rusia sangat serius bersiap melakukan konflik militer dengan Jepang pada Agustus 2021.
Agen FSB tersebut mengungkapkan bahwa Rusia kemudian memutuskan untuk menginvasi Ukraina beberapa bulan kemudian.
“Keyakinan bahwa negara-negara akan memasuki tahap konfrontasi akut dan bahkan perang sangat tinggi,” bunyi surat tersebut.
“Mengapa Ukraina dipilih untuk berperang pada akhirnya (skenarionya tidak banyak berubah), orang lain yang harus menjawab,” lanjutnya.
Surat bocoran itu juga merinci pergerakan helikopter perang elektronik yang menargetkan Jepang.
Sementara itu, mesin propaganda Rusia juga dimulai dengan dorongan besar untuk menyebut Jepang sebagai “Nazi” dan “Fasis”.
Baca Juga: Militer AS Bersiap Kembali Mangkal di Teluk Subic Filipina, Laut China Selatan Bakal Makin Tegang
Sebuah perjanjian formal yang mengakhiri Perang Dunia II tak pernah ditandatangani oleh Rusia dan Jepang, sebagian besar karena perselisihan atas sekelompok yang diklaim Jepang, tetapi diduduki Rusia.
Pulau Kunashiri, Etorofu, Shikotan dan Habomai yang merupakan bagian dari Kepulauan Kuril telah diambilalih oleh Uni Sovyet di akhir Perang Dunia II.
Tokyo mengeklaimnya sebagai “Wilayah Utara”, dan masalah itu menjadi pusat ketegangan Rusia dan Jepang sedekade terakhir.
Menurut agen FSB, batu sandungan utama antara Moskow dan Tokyo adalah Kepulauan Kuril.
Sumber : Newsweek
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.