Adapun Mohammad Wali Samsor, seorang warga Uruzgan, mendesak Taliban segera membuka sekolah-sekolah bagi pelajar perempuan di atas kelas 6.
"Sekolah-sekolah yang ditutup itu harus segera dibuka kembali karena itu perintah rakyat," katanya.
The Associated Press melaporkan, pada Sabtu (10/9/2022), puluhan pelajar perempuan turun ke jalan di Gardez, ibu kota Provinsi Paktia.
Para pelajar yang beberapa memakai burka dan lainnya berseragam dan berkerudung putih itu, memprotes penutupan sekolah-sekolah mereka.
Baca Juga: Qatar Kecewa dengan Cara Taliban Perlakukan Perempuan, Minta Sekolah Dibuka, Patuhi Perjanjian Doha
Awal bulan ini, empat sekolah perempuan di Gardez dan satu di distrik Samkani, kembali dibuka.
Namun pada Sabtu lalu, kelima sekolah itu kembali ditutup oleh Taliban.
Pekan lalu, Khaliqyar Ahmadzai, kepala informasi dan kebudayaan di Paktia, mengatakan kepada media setempat bahwa sekolah-sekolah bagi siswi di atas kelas 6 telah dibuka kembali.
“Keputusan ini dibuat oleh pemimpin sekolah setempat dan tidak berdasarkan perintah resmi,” ungkapnya.
Afrasiab Khattak, mantan senator Pakistan dan pengamat masalah regional, mengatakan perjuangan para anak perempuan dan kaum wanita Afghanistan berarti penting bagi kemanusiaan.
“Karena apartheid gender dan kontradiksi kebebasan di satu negara dapat berdampak terhadap seluruh umat manusia,” ungkap Khattak, seperti dilansir Tolo News, Minggu.
Sementara mantan presiden Hamid Karzai dalam serangkaian cuitan pada Hari Literasi Dunia, Kamis (8/9/2022), mendorong ulama, para tetua, dan warga berpengaruh Afghanistan untuk “mendorong pendidikan bagi anak-anak kita, baik laki-laki dan perempuan, sekuat mungkin.”
Setahun setelah Taliban kembali berkuasa di Afghanistan, remaja-remaja putri masih belum diperbolehkan bersekolah kembali.
Sumber : Tolo News/The Associated Press
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.