SWISS, KOMPAS.TV- Tidak semua bekas penjajah pulang kaya raya. Sebagian diantaranya harus menanggung trauma. Beban sepanjang hidupnya bahkan sampai anak cucunya.
Koresponden KOMPAS TV di Swiss, Krisna Diantha, menemui cucu seorang bekas pengusaha pekerbunan teh di era kolonial Belanda di Indonesia untuk menggali kenangan tentang keluarganya. Berikut laporannya:
Peter Gisi adalah salah satu cucu bekas pengusaha perkebunan di era kolonial Indonesia. Tapi dia tidak mendapatkan apapun dari keluarganya. "Hanya ini peninggalan ibu saya,“ katanya sambil mengeluarkan kotak kayu berukir khas Jepara.
Kotak kayu mungil itu, menurut Peter, untuk menyimpan teh. "Lalu ada satu dua buah foto lama,“ tuturnya. Tidak banyak pula. "Hanya beberapa,“ imbuhnya.
Ketika KOMPAS TV menanyakan foto lainnya, untuk keperluan dokumentasi, Peter mengaku tidak lagi memilikinya.
Namun warisan trauma akibat penjajahan di Indonesia itu, terbawa sampai kini. "Saya sempat menjadi pasien psikiater, 15 tahun yang lalu,“ akunya.
Saat itu, masih kata Peter, adalah masa genting dalam hidupnya. "Perjuangan antara hidup dan mati,“ katanya.
Baca Juga: Gampangnya Memiliki Senjata di Swiss, Cerminan Pertahanan Negara yang Rapuh?
Agar bisa bertahan hidup, Peter menulis kehidupannya semasa kecil, dalam sebuah buku harian. "Tiap pagi, saya mematikan telepon, mengunci telinga, dan mulai menulis,“ katanya.
Hasilnya adalah "Mutters Krieg", sebuah novel 137 halaman. "Tentang kehidupan Hanneke, ibu saya di kamp pengungsian di Jakarta dalam masa pendukukan Jepang,“ katanya.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.