SEOUL, KOMPAS.TV — Menteri Unifikasi Korea Selatan Kwon Youngse, Senin (27/6/2022), mengatakan, Korea Utara semakin membidik Korea Selatan dengan program senjata nuklirnya. Ia pun mendesak China dan Rusia membujuk Korea Utara agar tidak melakukan uji coba nuklir.
Seperti dilaporkan Associated Press, Senin, pernyataan tersebut muncul setelah pemimpin Korea Utara, Kim Jong Un, menekankan kembali ambisi nuklirnya dalam pertemuan militer penting pekan lalu dan menyetujui tugas operasional baru yang tidak ditentukan untuk unit-unit tentara garis depan.
Para ahli mengatakan Korea Utara mungkin berencana menyebarkan senjata nuklir taktis medan perang di sepanjang perbatasannya yang tegang dengan Korea Selatan.
Selama kebuntuan yang berkepanjangan dalam diplomasi nuklir, Korea Utara menghabiskan sebagian besar dari tiga tahun terakhir memperluas persenjataan rudal bahan bakar padat jarak pendek yang berpotensi mampu menghindari pertahanan rudal dan menyerang target di seluruh Korea Selatan, termasuk pangkalan Amerika Serikat (AS) di sana.
Pejabat AS dan Korea Selatan mengatakan, Korea Utara menyelesaikan semua persiapan uji coba nuklir pertamanya sejak September 2017, ketika negara itu mengeklaim berhasil meledakkan hulu ledak termonuklir yang dirancang untuk rudal balistik antarbenua.
Korea Utara mungkin menggunakan uji coba nuklir berikutnya untuk mengeklaim bahwa mereka kini mampu membangun hulu ledak nuklir kecil yang dapat ditempatkan pada rudal jarak pendek atau sistem senjata baru lainnya, seperti ditunjukkan beberapa bulan terakhir, kata para analis.
Kwon, yang mengawasi hubungan Korea Selatan dengan Korea Utara, mengatakan pada konferensi pers bahwa Korea Utara sedang mengeksploitasi lingkungan yang menguntungkan untuk mendorong maju pengembangan senjata nuklir dan membalikkan status quo saat Barat yang dipimpin AS sedang terganggu oleh serangan Rusia ke Ukraina.
Baca Juga: Kim Jong-Un Pimpin Rapat Militer Korea Utara, Uji Coba Rudal Balistik Akan Dilanjutkan?
Kwon mengatakan ambisi nuklir Korea Utara menimbulkan "ancaman yang sangat serius dan mendasar" bagi Korea Selatan. Seoul pun sedang mempersiapkan tindakan balasan yang tegas dalam menanggapi kemungkinan uji coba nuklir Korea Utara. Dia tidak menjelaskan secara detail tentang hal tersebut.
“Transisi Korea Utara dalam pengembangan senjata dari rudal balistik jarak jauh ke rudal balistik jarak pendek, dari senjata nuklir strategis ke senjata nuklir taktis, jelas ditargetkan ke Korea Selatan,” kata Kwon.
"Tampak jelas Korea Utara secara bersamaan mengejar kemampuan untuk menyerang Amerika Serikat dan menyerang Korea Selatan," katanya.
Kwon mengatakan, Korea Utara dapat melanjutkan uji coba nuklir "kapan saja."
Sementara pemerintah AS berjanji menerapkan sanksi tambahan terhadap Korea Utara jika kembali melakukan uji coba nuklir, kemungkinan tindakan hukuman baru masih belum jelas karena perang Rusia di Ukraina memperdalam perpecahan di antara anggota tetap Dewan Keamanan PBB.
China dan Rusia memveto proposal yang disponsori AS yang akan meningkatkan sanksi terhadap Korea Utara atas beberapa uji coba rudal balistiknya baru-baru ini.
Kwon, yang menjabat sebagai duta besar Korea Selatan untuk China dari 2013 hingga 2015, berharap Beijing dan Moskow akan bereaksi berbeda terhadap uji coba nuklir Korea Utara karena keduanya mempertahankan dukungan publik untuk Semenanjung Korea yang telah didenuklirisasi.
Baca Juga: Kim Jong-Un Tak Takut Ancaman AS dan Sekutunya, Malah Bakal Gandakan Persenjataan Korea Utara
"Jika Korea Utara melanjutkan uji coba nuklir pada saat situasi keamanan global tidak stabil seperti sekarang, negara itu akan menghadapi kritik besar dari masyarakat internasional, dan tanggapannya akan lebih dari sekadar kata-kata," kata Kwon.
Korea Utara melakukan lebih banyak tes balistik pada paruh pertama tahun 2022 daripada yang dilakukan sepanjang tahun sebelumnya, menembakkan sekitar 30 rudal, termasuk tes pertama ICBM dalam hampir lima tahun.
Kim Jong Un menekankan berulang kali bahwa Korea Utara akan menggunakan senjata nuklir secara proaktif jika diancam atau diprovokasi, yang menurut para ahli, merupakan eskalasi dalam doktrin nuklirnya.
Pemerintah AS menegaskan kembali komitmennya untuk membela sekutunya, Korea Selatan dan Jepang, dengan berbagai kemampuan militernya, termasuk nuklir. Tetapi ada kekhawatiran di Seoul bahwa ICBM Korea Utara dapat membuat Washington ragu-ragu jika terjadi perang lain di Semenanjung Korea.
Para ahli mengatakan aktivitas pengujian Korea Utara yang luar biasa berat tahun ini menggarisbawahi niat Kim Jong Un untuk memajukan persenjataannya serta menekan AS agar menerima Korea Utara sebagai kekuatan nuklir, sehingga memperkuat posisinya dalam merundingkan konsesi ekonomi dan keamanan.
Pembicaraan terhenti sejak awal 2019 karena ketidaksepakatan atas pelonggaran sanksi yang dipimpin AS terhadap Korea Utara dengan imbalan langkah-langkah pelucutan senjata Korea Utara.
Sumber : Kompas TV/Associated Press
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.