BAKHMUT, KOMPAS.TV - Seiring pertempuran sengit di timur Ukraina, serangan-serangan Rusia turut memutus suplai kebutuhan hidup seperti jaringan listrik, air, dan gas alam di kota-kota. Para teknisi mesti memperbaiki jaringan itu di tengah pertempuran.
Otoritas Ukraina tak jarang mengirim tim teknisi untuk perbaikan di dekat garis depan. Terkadang, saat melakukan perbaikan, mereka terjebak di tengah gempuran artileri.
Para teknisi kadang kala juga terpaksa mundur setibanya di lokasi karena serangan tiba-tiba. Pertempuran pun membuat banyak desa tak bisa dijangkau teknisi.
“Berbahaya di sana, kami bisa mendengar tembakan meriam berdesing di atas kami,” kata Sergiy Marokhin kepada Associated Press, Sabtu (4/6/2022). Marokhin adalah seorang teknisi air di kota Bakhmut, Oblast (daerah setingkat provinsi) Donetsk, timur Ukraina.
Kota Bakhmut dekat dengan garis depan pertempuran pasukan Rusia-Ukraina di Donbass. Kota ini hanya berjarak sekitar sejam dari Sievierodonetsk dan Lysychansk, dua kota di Luhansk yang digempur Rusia dan separatis belakangan ini.
Baca Juga: 100 Hari Serangan Rusia ke Ukraina, Putin Disebut Kehabisan Pasukan dan Peralatan Militer
Kata Marokhin, serangan artileri di Bakhmut merusak pipa air di sebuah desa. Di desa lain, juga terdapat selokan yang perlu diperbaiki. Marokhin dan timnya mesti bertolak ke dua tempat itu untuk memperbaikinya.
“Orang-orang masih harus bekerja selama perang,” lanjut Marokhin sambil mengangkat bahu.
Putusnya pasokan gas membuat sejumlah warga mesti membuat tungku darurat dari bata dan batu untuk memasak. Hal ini lumrah terjadi di tempat-tempat dengan bekas kerusakan parah.
“Tidak ada gas, tidak ada listrik, tidak ada air!” kata Viktor Paramonov, warga pinggiran Bakhmut yang tengah memasak di dapur darurat. “Tidak ada apa pun,” lanjutnya.
Paramonov dan sejumlah warga lain memasak dengan tungku yang disusun dari batu bata. Selapis pelat metal disangga di atasnya untuk memasak makanan.
“Per hari ini, setengah kota (Bakhmut) tanpa air. Setengah lain dari kota mesti mengambil air dari sumur bor,” kata wakil kepala administrasi militer Bakhmut, Oleksandr Marchenko.
Marchenko menyatakan bahwa air kanal yang selama ini menjadi sumber warga Bakhmut telah mengering. Pasalnya, sebuah dam di utara kota diledakkan.
Kota Bakhmut sebenarnya memiliki pasokan cadangan air. Namun, jejaring listrik yang rusak mengganggu arus pemompaan air ke pusat-pusat permukiman.
Otoritas setempat telah memikirkan cara untuk menyalurkan cadangan tersebut. Tim teknisi diharap bisa memperbaikinya jika situasi lebih aman, saat pertempuran di sekitar Sievierodonetsk dan Lysychansk mereda.
“Sayangnya, kota ini dibombardir setiap hari,” kata Marchenko. Saat mengatakan ini kepada reporter Associated Press, peluru mortir mendesing di atasnya, memaksa Marchenko tiarap di bantaran sungai untuk berlindung.
Peluru mortar itu menerjang bagian utara Bakhmut, menimbulkan suara keras dan mengirim kolom asap hitam.
Sementara itu, di Slovyansk, sekitar 45 kilometer di barat laut Bakhmut, pasokan air juga terputus. Gedung pemerintahan pun mesti menggunakan generator karena saluran listrik dari timur terputusa akibat pertempuran.
“Tim teknisi harus pergi ke area operasi tempur (untuk memperbaikinya), berbahaya,” tutur kepala administrasi militer Slovyansk, Vadym Lyakh.
Selama perang, otoritas Slovyansk menyalurkan air waduk untuk memenuhi kebutuhan warga, sebagian lain mesti menggunakan pompa air bersama.
Saat ini terdapat sekitar 30.000 penduduk yang bertahan di Slovyansk. Sebelum perang, kota itu dihuni 100.000 penduduk.
Baca Juga: Penyerangan Rusia ke Ukraina Masuki Hari ke-100, Sekjen PBB Minta Kekerasan Segera Diakhiri
Sumber : Associated Press
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.