“Per hari ini, setengah kota (Bakhmut) tanpa air. Setengah lain dari kota mesti mengambil air dari sumur bor,” kata wakil kepala administrasi militer Bakhmut, Oleksandr Marchenko.
Marchenko menyatakan bahwa air kanal yang selama ini menjadi sumber warga Bakhmut telah mengering. Pasalnya, sebuah dam di utara kota diledakkan.
Kota Bakhmut sebenarnya memiliki pasokan cadangan air. Namun, jejaring listrik yang rusak mengganggu arus pemompaan air ke pusat-pusat permukiman.
Otoritas setempat telah memikirkan cara untuk menyalurkan cadangan tersebut. Tim teknisi diharap bisa memperbaikinya jika situasi lebih aman, saat pertempuran di sekitar Sievierodonetsk dan Lysychansk mereda.
“Sayangnya, kota ini dibombardir setiap hari,” kata Marchenko. Saat mengatakan ini kepada reporter Associated Press, peluru mortir mendesing di atasnya, memaksa Marchenko tiarap di bantaran sungai untuk berlindung.
Peluru mortar itu menerjang bagian utara Bakhmut, menimbulkan suara keras dan mengirim kolom asap hitam.
Sementara itu, di Slovyansk, sekitar 45 kilometer di barat laut Bakhmut, pasokan air juga terputus. Gedung pemerintahan pun mesti menggunakan generator karena saluran listrik dari timur terputusa akibat pertempuran.
“Tim teknisi harus pergi ke area operasi tempur (untuk memperbaikinya), berbahaya,” tutur kepala administrasi militer Slovyansk, Vadym Lyakh.
Selama perang, otoritas Slovyansk menyalurkan air waduk untuk memenuhi kebutuhan warga, sebagian lain mesti menggunakan pompa air bersama.
Saat ini terdapat sekitar 30.000 penduduk yang bertahan di Slovyansk. Sebelum perang, kota itu dihuni 100.000 penduduk.
Baca Juga: Penyerangan Rusia ke Ukraina Masuki Hari ke-100, Sekjen PBB Minta Kekerasan Segera Diakhiri
Sumber : Associated Press
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.