BANGKOK, KOMPAS.TV — Menteri Luar Negeri (Menlu) China Wang Yi akan mengunjungi Kepulauan Solomon minggu ini dalam apa yang disebut pemimpin kepulauan Solomon sebagai “tonggak sejarah” dalam hubungan kedua negara.
Kunjungan itu dilakukan di tengah kekhawatiran bahwa pakta keamanan baru antara China dan Kepulauan Solomon memungkinkan penempatan personel militer China di negara pulau tersebut, seperti laporan Associated Press, Selasa (24/5/2022).
Perdana Menteri Manasseh Sogavare dalam sebuah pernyataan yang diposting di situs web pemerintahnya pada Selasa, bersikeras mengatakan kemitraan dengan Beijing tidak mengorbankan hubungan dengan Australia, Amerika Serikat dan negara-negara lainnya.
Kunjungan Menlu Wang yang memimpin delegasi berkekuatan 20 orang pada Kamis dan Jumat mendatang terjadi di tengah meningkatnya kekhawatiran tentang pengaruh China di Kepulauan Solomon yang penting secara strategis.
Wang akan menjadi perwakilan tertinggi China yang mengunjungi negara itu sejak kedua negara meresmikan hubungan diplomatik, 32 bulan lalu, kata Kementerian Luar Negeri Kepulauan Solomon, setelah Sogavare mengalihkan pengakuan dari Taiwan ke Beijing.
Kementerian Luar Negeri (Kemlu) China kemudian mengatakan, Menlu Wang juga akan mengunjungi Kiribati, Samoa, Fiji, Tonga, Vanuatu, Papua Nugini dan Timor Leste dalam perjalanan selama 10 hari.
Selama di Fiji, menurut Kemlu China, Wang akan menjadi tuan rumah pertemuan dengan para menteri luar negeri negara-negara Kepulauan Pasifik.
“Diyakini pertemuan itu akan memainkan peran penting dalam mempromosikan solidaritas dan kerja sama antara China dan negara-negara kepulauan Pasifik dan dalam memajukan pengembangan hubungan kita,” kata juru bicara Kemlu China, Wang Wenbin, di Beijing.
Perjanjian keamanan, yang ditandatangani pada April lalu, akan memungkinkan Beijing mengirim personel polisi dan militer ke Kepulauan Solomon "untuk membantu menjaga ketertiban sosial" dan mengizinkan kapal perang China berlabuh untuk "pengisian logistik."
Isi perjanjian itu menggegerkan Australia dan Selandia Baru serta Amerika Serikat, dan menimbulkan kekhawatiran tentang kemungkinan pendirian pangkalan angkatan laut China di pintu depan Australia dan Selandia Baru.
Baca Juga: China dan Kepulauan Solomon Teken Draft Pakta Keamanan, Australia, Selandia Baru dan AS Khawatir
Sogavare, yang membela pakta itu sepenuhnya tentang “keamanan internal,” mengatakan kunjungan Wang akan mencakup penandatanganan sejumlah “perjanjian bilateral utama.”
“Perdana Menteri Sogavare menantikan keterlibatan yang produktif dengan RRC (Republik Rakyat Tiongkok) sebagai mitra pembangunan penting pada saat yang sangat kritis dalam sejarah kita,” bunyi pernyataan lain yang dirilis Senin.
Sogavare mencatat, delegasi Selandia Baru juga akan datang “dalam beberapa bulan mendatang” dan dia juga sudah menerima kunjungan tingkat tinggi dari Australia, Jepang, dan AS pada April.
“Pemerintah saya menyambut baik semua kunjungan tingkat tinggi dari mitra pembangunan utama kami,” kata Sogavare dalam sebuah pernyataan yang diposting Selasa.
"Kami akan selalu setia pada kebijakan kami 'Friends to All dan Enemies to None' karena kami berharap dapat melanjutkan hubungan yang produktif dengan semua mitra pembangunan kami."
Berita kunjungan itu muncul saat Presiden AS Joe Biden bertemu di Tokyo dengan anggota kelompok negara “Quad” Amerika Serikat, Jepang, Australia, dan India, yang menjadi semakin relevan karena AS menekankan keamanan di Indo-Pasifik untuk melawan pengaruh China yang meningkat.
Pertemuan tersebut juga melibatkan Perdana Menteri Australia yang baru terpilih, Anthony Albanese, yang Partai Buruh kiri-tengahnya berjanji mendirikan sekolah pertahanan Pasifik untuk melatih tentara tetangga dalam menanggapi potensi kehadiran militer China di Kepulauan Solomon.
Perdana Menteri Albanese dan Perdana Menteri Jepang Fumio Kishida, dalam pertemuan empat mata, mengungkapkan keprihatinan tentang pakta keamanan China dengan Kepulauan Solomon dan setuju untuk memperkuat kerja sama dan keterlibatan mereka dengan negara-negara Kepulauan Pasifik.
Baca Juga: Demonstrasi Anti-China Rusuh di Kepulauan Solomon, Tiga Jasad Terbakar Ditemukan
Partai Buruh mengecam pakta keamanan itu sebagai kegagalan kebijakan luar negeri terburuk Australia di Pasifik sejak Perang Dunia II.
Menyusul kemenangan Albanese, Sogavare mengucapkan selamat, meyakinkan perdana menteri baru Australia “bahwa Kepulauan Solomon tetap menjadi teman setia Australia dan mitra pembangunan pilihan.”
AS, Australia, dan lainnya mendesak Kepulauan Solomon untuk tidak menandatangani pakta dengan China karena khawatir hal itu dapat mengganggu stabilitas negara dan menjadi preseden yang mengkhawatirkan bagi kawasan Pasifik yang lebih luas.
Menlu China Wang Yi mengatakan, China berharap AS akan “menahan diri untuk tidak mencampuri keputusan berdaulat negara-negara Kepulauan Pasifik Selatan tentang kerja sama normal dengan negara lain.”
China, pekan lalu, kembali menangkis tuduhan pakta itu digunakan untuk menekan negara-negara di Pasifik, di mana juru bicara Kemlu lainnya, Zhao Lijian, mengatakan seluruh perjanjian itu didasarkan sikap saling menghormati, dan “kondusif untuk stabilitas dan perdamaian, sejalan dengan kepentingan bersama di Pasifik Selatan.”
“Australia mengeklaim Kepulauan Solomon sebagai halaman belakang dan ingin menetapkan garis merah,” kata Zhao.
“Bukankah itu sebuah pemaksaan?”
Sumber : Kompas TV/Associated Press
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.