WASHINGTON, KOMPAS.TV - Sebuah studi baru yang dimuat di jurnal The Lancet Planetary Health menyebut segala jenis polusi menyebabkan sembilan juta kematian per tahunnya. Studi ini menunjukkan angka kematian akibat polusi udara kendaraan dan industri naik hingga 55 persen sejak 2000.
Di lain sisi, kematian akibat polusi kompor tradisional dalam ruangan dan kontaminasi air oleh kotoran manusia dan binatang menurun.
Menurut studi yang mengggunakan basis data periode 2000-2019 ini, kematian akibat polusi terbanyak di dunia terjadi di India dan China, masing-masing hampir 2,4 juta dan 2,2 juta kematian per tahun.
Sementara itu, untuk tingkat kematian per populasi, Chad dan Republik Afrika Tengah berada di tempat teratas, masing-masing sekitar 300 kematian akibat polusi per 100.000 populasi. Lebih dari setengah kematian terkait polusi di kedua negara itu disebabkan konsumsi air yang tercemar.
Negara dengan rata-rata kematian akibat polusi per populasi terendah adalah Brunei Darussalam, Qatar, dan Islandia, antara 15 hingga 23 kematian per 100.000 populasi.
Baca Juga: Polusi Udara Masih Mengkhawatirkan, Warga Jakarta Disarankan Tidak Lepas Masker di Ruang Terbuka
Studi itu mengungkapkan, rata-rata kematian akibat polusi secara global adalah 117 kematian per 100.000 populasi. Polusi membunuh sama banyaknya orang per tahun dengan rokok, baik perokok aktif atau pasif.
“Sembilan juta kematian adalah jumlah kematian yang banyak,” kata Philip Landrigan, salah satu peneliti dalam studi tersebut sekaligus direktur program kesehatan masyarakat dan pemantauan polusi global di Boston College, Amerika Serikat (AS), sebagaimana dikutip Associated Press.
“Kabar buruknya adalah, itu tidak menurun. Kita semakin cakap dalam mengatasi tantangan mudah dan kesulitan menghadapi tantangan yang lebih sulit. Polusi udara dan polusi kimia masih meningkat,” lanjutnya.
Sementara itu, Lynn Goldmann, dekan fakultas kesehatan masyarakat Universitas George Washington menyampaikan bahwa angka kematian sebenarnya akibat polusi, lebih tinggi dari estimasi studi di atas.
“Itu adalah kematian-kematian yang bisa dicegah. Setiap kematian itu adalah kematian yang tidak perlu,” ungkapnya.
Polusi, walaupun disebut sebagai penyebab kematian, tidak tercantum dalam sertifikat kematian. Landrigan menyebut, yang tercantum adalah penyakit jantung, stroke, kanker paru-paru, penyakit paru-paru lain, dan diabetes yang “berkorelasi ketat” dengan polusi.
Lebih lanjut, Landrigan menyampaikan bahwa angka sembilan juta kematian per tahun diambil melalui metode ketat. Pertama, peneliti memeriksa jumlah kematian per penyebabnya, lalu meneliti kausalitasnya dengan eksposur polusi yang dipertimbangkan melalui beragam faktor, kemudian mengalkulasikan respons eksposur rumit yang berasal dari banyak studi epidemiologi yang mengambil data dari ribuan orang selama berdekade-dekade.
Menurutnya, itu adalah cara yang sama dengan cara ilmuwan menentukan bahwa rokok menyebabkan kanker dan penyakit jantung.
Baca Juga: Hari Hipertensi Sedunia, YJI Lampung Kampanyekan Jantung Sehat
Lima pakar kesehatan masyarakat dan polusi udara yang diwawancara Associated Press menyebut studi Landrigan dan kawan-kawan itu mengikuti sains arus utama.
“Ketika orang fokus menurunkan tekanan darah dan kolesterol, hanya segelintir yang menyadari bahwa menghindari polusi udara adalah syarat penting untuk meningkatkan kesehatan jantung,” kata dr. Renee Salas dari Universitas Harvard.
Menurut studi Landrigan dan kawan-kawan, tiga perempat dari total kematian akibat polusi disebabkan oleh polusi udara. Sebagian polusi udara disebut berasal dari kombinasi sumber ajek seperti pembangkit listrik tenaga batubara serta sumber mobil seperti kendaraan.
“Ini semakin buruk di seluruh dunia seiring negara-negara membangun dan kota-kota tumbuh,” kata Landrigan.
Pada tahun 2000, polusi udara dari industri membunuh sekitar 2,9 juta orang per tahun di seluruh dunia. Pada 2015, angkanya naik menjadi 4,2 kematian, bertambah lagi jadi 4,5 juta pada 2019. Totalnya, polusi udara dari berbagai sumber membunuh 6,7 juta orang pada 2019.
Sementara itu, polusi timbal, sebagian berasal dari bensin, cat lawas, baterai, serta produk-produk manufaktur lain membunuh 900.000 orang per tahun. Sedangkan polusi sumber air menyebabkan 1,4 juta kematian per tahun. Polusi kesehatan okupasional menyebabkan 870.000 kematian.
Landrigan dan kawan-kawan menawarkan delapan rekomendasi dalam studinya untuk mengurangi kematian akibat polusi. Di antaranya adalah monitoring yang lebih baik, pelaporan yang lebih baik, serta regulasi industri dan kendaraan yang lebih ketat dari pemerintah.
“Kita sudah tahu bagaimana cara menyelesaikan setiap masalah ini. Apa yang belum ada adalah kemauan politis,” kata Richard Fuller, presiden organisasi Pure Earth sekaligus salah satu penulis studi tersebut.
Baca Juga: Perubahan Iklim Semakin Nyata, Jokowi: Indonesia Tak Diuntungkan Sebagai Negara Agraris
Sumber : Associated Press
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.