YERUSALEM, KOMPAS.TV — Tanggapan Barat atas serbuan Rusia ke Ukraina dipandang sebagai kemunafikan dan menimbulkan kemarahan di Timur Tengah, seperti dilaporkan Associated Press, (Selasa, 29/3/2022), di mana banyak yang melihat standar ganda yang mencolok dalam cara Barat menanggapi konflik internasional.
Hanya beberapa hari setelah invasi Rusia, Barat menerapkan hukum internasional, menjatuhkan sanksi yang melumpuhkan, lalu segera menyambut para pengungsi dengan tangan terbuka dan mendukung perlawanan bersenjata Ukraina.
"Setiap cara yang 70 tahun terakhir mereka katakan tidak bisa dilakukan, eh, mereka laukan hanya dalam waktu kurang dari 7 hari," kata Menlu Palestina Riad Malki dalam sebuah forum keamanan di Turki awal bulan ini.
"Kemunafikan yang luar biasa," kata Riad.
Perang yang dilakukan dibawah kepemimpinan Amerika Serikat di Irak, yang bulan ini menginjak usia19 tahun, secara luas dilihat sebagai invasi, atau pelanggaran hukum satu negara atas negara lain.
Tetapi, setiap orang Irak yang bangkit melawan Amerika Serikat akan dicap teroris, dan pengungsi yang menyelamatkan diri ke negara-negara Barat sering ditolak, serta diperlakukan sebagai ancaman keamanan potensial.
Pemerintahan Joe Biden hari Rabu, (30/3/2022) mengatakan Amerika Serikat menilai pasukan Rusia melakukan kejahatan perang di Ukraina dan akan bekerja dengan pihak lain untuk mengadili para pelanggar.
Baca Juga: China: Barat Terapkan Standar Ganda atas Hak Asasi Manusia, Itu Tidak Bisa Diterima
Tetapi Amerika Serikat bukan anggota Pengadilan Kriminal Internasional dan dengan gigih menentang penyelidikan internasional atas perilakunya sendiri atau perilaku sekutunya, Israel.
Ketika Rusia campur tangan dalam perang saudara Suriah atas permintaan Presiden Bashar Assad pada tahun 2015, untuk membantu pasukannya memukul dan membuat seluruh kota kelaparan agar tunduk, langsung ada kemarahan internasional tetapi hanya sedikit tindakan.
Pengungsi Suriah yang mengungsi ke Eropa meninggal dalam perjalanan laut yang berbahaya, atau ditolak karena banyak yang mencap mereka sebagai ancaman bagi budaya Barat.
Di Yaman, perang selama bertahun-tahun antara koalisi yang dipimpin Arab Saudi melawan pemberontak Houthi yang didukung Iran menyebabkan 13 juta orang berisiko kelaparan. Tetapi bahkan laporan-laporan yang menyedihkan tentang bayi-bayi yang mati kelaparan tidak membawa perhatian internasional yang cukup dan berkelanjutan.
Bruce Riedel, mantan agen CIA dan Dewan Keamanan Nasional, sekarang menjadi rekan senior di Brookings Institution, mengatakan "dapat dimengerti" banyak orang di Timur Tengah melihat standar ganda oleh Barat.
"Amerika Serikat dan Inggris mendukung perang tujuh tahun Arab Saudi di Yaman, yang menciptakan bencana kemanusiaan terburuk di dunia dalam beberapa dekade," katanya.
Pendudukan Israel atas tanah yang diinginkan Palestina untuk negara masa depan sudah memasuki dekade keenam, dan jutaan orang Palestina hidup di bawah kekuasaan militer tiada akhir.
Baca Juga: Mengupas Standar Ganda Barat di Tengah Perang Rusia-Ukraina
Amerika Serikat, Israel dan Jerman meloloskan undang-undang yang bertujuan untuk menekan gerakan boikot yang dipimpin Palestina, sementara perusahaan besar seperti McDonald's, Exxon Mobil dan Apple meraih pujian karena menangguhkan bisnis mereka di Rusia.
Di media sosial, dunia menyemangati warga Ukraina saat mereka menimbun bom molotov dan mengangkat senjata melawan tentara pendudukan.
Ketika warga Palestina dan Irak melakukan hal yang sama, mereka dicap sebagai teroris dan target yang sah.
"Kami melawan penjajah, bahkan saat dunia bersama Amerika Serikat, termasuk Ukraina, yang merupakan bagian dari koalisi mereka," kata Sheikh Jabbar al-Rubai, 51 tahun, yang bertempur dalam pemberontakan Irak tahun 2003-2011 melawan pasukan Amerika Serikat.
"Karena dunia bersama Amerika Serikat, mereka tidak memberi kami kemuliaan yang sama dan menyebut kami perlawanan patriotik," malah menonjolkan karakter keagamaan kelompok pemberontak, katanya. "Ini tentu saja standar ganda, seolah-olah kita ini bukan manusia,"
Abdulameer Khalid, seorang sopir pengiriman Baghdad berusia 41 tahun, melihat "tidak ada perbedaan" antara perlawanan di Irak dan perlawanan di Ukraina.
Sumber : Associated Press
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.