Gambar Haqqani dibagikan secara luas di media sosial hari Sabtu oleh pejabat Taliban yang sebelumnya hanya memposting foto tanpa wajahnya, atau yang sudah diburamkan secara digital.
Pada parade polisi Sabtu, Haqqani berpakaian seperti banyak pejabat senior Taliban, berjanggut sangat lebat, dan mengenakan sorban hitam berselendang putih.
Sirajuddin mengatakan, dia menunjukkan wajahnya sehingga, "Anda bisa tahu betapa besar nilai yang kita miliki dengan kepemimpinan kita."
Munculnya Haqqani juga menunjukkan Taliban semakin yakin akan cengkeraman mereka di negara itu sejak merebut kekuasaan pada 15 Agustus, dua minggu sebelum pasukan asing pimpinan AS terakhir pergi.
Beberapa diplomat berada di antara kerumunan, termasuk duta besar Pakistan, meskipun tidak ada negara yang secara resmi mengakui rezim baru Taliban.
Baca Juga: Enam Bulan Taliban Berkuasa, Afghanistan Makin Aman, namun Tambah Miskin dan Masa Depan Kian Suram
Jaringan Haqqani atau Haqqani Network, didirikan pada 1970-an oleh Jalaluddin Haqqani, mendapat dukungan sangat kuat dari CIA selama perang Mujahidin melawan pendudukan Uni Soviet di Afghanistan.
Sirajuddin Haqqani, yang diyakini berusia 40-an, adalah putra Jalaluddin Haqqani, dan menggantikannya setelah kematiannya pada 2018.
Jaringan Haqqani terakhir dituding sebagai pelaku serangan mematikan tahun 2008 di Hotel Serena Kabul yang menewaskan enam orang, serta setidaknya satu upaya pembunuhan terhadap mantan Presiden Afghanistan Hamid Karzai.
Program Hadiah untuk Keadilan FBI Amerika Serikat mengatakan Jaringan Haqqani mempertahankan "hubungan dekat" dengan Al Qaeda, dan "merupakan teroris global yang ditunjuk secara khusus".
Sirajuddin dilaporkan menjadi target beberapa serangan pesawat tak berawak Amerika Serikat, di Afghanistan, Pakistan, dan di pegunungan terjal antara kedua negara, yang merupakan jantung dari Jaringan Haqqani.
Dia juga dituding sebagai penulis artikel opini New York Times tahun 2020 berjudul "Apa yang Kami, Taliban, Inginkan", yang memicu kontroversi surat kabar itu memberikan platform publik kepada "teroris".
Sumber : Kompas TV / Straits Times
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.