Kompas TV internasional krisis rusia ukraina

Pengamat Harap Indonesia Buat Rancangan Resolusi Ketiga di Konflik Rusia-Ukraina

Kompas.tv - 1 Maret 2022, 15:48 WIB
pengamat-harap-indonesia-buat-rancangan-resolusi-ketiga-di-konflik-rusia-ukraina
Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia Prof. Hikmahanto Juwana. (Sumber: Tribunnews.com)
Penulis : Kurniawan Eka Mulyana | Editor : Vyara Lestari

JAKARTA, KOMPAS.TV – Pengamat menduga akan ada dua rancangan resolusi terkait serangan Rusia terhadap Ukraina, dan Indonesia diharap membuat rancangan resolusi ketiga.

Pengamat Hubungan Internasional dari Universitas Indonesia (UI) Hikmahanto Juwana menduga akan ada dua rancangan resolusi terkait serangan Rusia terhadap Ukraina tersebut.

Pertama, rancangan resolusi yang disponsori oleh Amerika Serikat (AS) dan negara Eropa barat, yang menyatakan serangan Rusia merupakan invasi yang bertentangan dengan hukum internasional.

“Di sisi lain, Rusia akan merancang resolusi, yang intinya, apa yang dilakukan Rusia dibenarkan hukum internasional berdasarkan pasal 51 Piagam PBB tentang hak membela diri karena Rusia merasa diserang,” ujarnya.

Dia menyarankan agar pemerintah Indonesia melalui perwakilan tetap RI di New York, AS, membuat rancangan resolusi ketiga.

Baca Juga: Pengamat Militer CSIS: Rusia Sudah Kepung Ukraina, Eskalasi Militer Akan Terus Membesar

Rancangan tersebut sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Presiden Jokowi, yaitu setop perang.

“Artinya resolusi ini meminta para pihak yang menggunakan kekerasan untuk melakukan gencatan,” jelasnya pada jurnalis Kompas TV Ihsan Sitorus, Selasa (1/3/2022).

“Tidak ada serangan dilakukan, dan memastikan peace keeping operation, memastikan tidak ada serangan dilakukan. Dan penyelesaian sengketa Rusia-Ukraina diselesaikan secara damai,” tuturnya.

Hikmahanto juga menuturkan, sebenarnya ada tiga hal yang seharusnya bisa dicapai dari perundingan antara Rusia dan Ukraina.

Pertama, gencatan senjata. Karena hal itu menurutnya sangat penting bagi perlindungan warga sipil yang ada di Ukraina.

Kedua, tuntutan dari pihak Rusia, yang menurut dugaannya, tuntutan itu dalam bentuk Presiden Ukraina turun dan kemudian diganti.

“Sama dengan ketika AS masuk ke Irak dan menghendaki Saddam Husein turun dan kemudian diganti,” ujarnya.

Ketiga, lanjut dia, tuntutan Ukraina untuk diakui kemerdekaannya, dan tidak ada pengakuan untuk kedua republik yang baru saja diakui Rusia.

“Tiga hal ini yang saya duga menjadi kesepakatan antara Rusia-Ukraina. Tapi butuh waktu, terutama soal turunnya Presiden Ukraina,” sebutnya.

Hikmahanto juga menyayangkan pernyataan Kementerian Luar Negeri (Kemlu) yang menyebut bahwa serangan terhadap Ukraina tidak dapat diterima. Indonesia sebaiknya bersikap netral.

Menurutnya, meskipun pernyataan pada akun Twitter resmi Kemlu tersebut tidak menyebut Rusia, namun bagi pihak Rusia, hal  itu bisa dianggap berpihak pada Ukraina.

Baca Juga: Proses Negosiasi di Belarusia Buntu, Rusia dan Ukraina Sepakat Gelar Pertemuan Kedua

“Saya berpendapat, Indonesia selayaknya bersikap netral dan memastikan jalan damai ditempuh.”

“Saya menyayangkan Kemlu yang menyatakan serangan terhadap Ukraina, walau tak menyebut Rusia, itu tidak dapat diterima, karena bagi pihak Rusia itu (berarti) berpihak pada Ukraina,” urainya.

Hikmahanto berharap agar pernyataan tersebut diperbaiki, dan tetap berpedoman pada pernyataan Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) yang meminta perang dihentikan dan gencatan senjata, serta mengeluarkan resolusi agar PBB membuat peace keeping operation dan memastikan keselamatan warga sipil Ukraina.

 




Sumber : Kompas TV




BERITA LAINNYA



FOLLOW US




Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.


VIDEO TERPOPULER

Close Ads x