WASHINGTON, KOMPAS.TV - Kegagalan pertemuan diplomatik berisiko tinggi pekan lalu untuk menyelesaikan ketegangan yang meningkat di Ukraina telah menempatkan Rusia, Amerika Serikat, dan sekutu Eropanya di wilayah pasca-Perang Dingin yang belum terpetakan.
Seperti dilaporkan Associated Press, Minggu (16/1/2022), situasi itu membawa tantangan signifikan bagi para pemain utama agar dapat menghindari konflik dan konfrontasi langsung yang berpotensi bencana.
Tidak seperti perselisihan sebelumnya yang muncul sejak runtuhnya Uni Soviet, krisis Ukraina saat ini dan perbedaan yang tampaknya tidak dapat diatasi antara Washington dan Moskow, membawa risiko nyata dari perang ekonomi dan konflik militer, yang diperburuk oleh bahaya salah perhitungan dan reaksi berlebihan.
Bagi Amerika Serikat dan NATO serta sekutu Eropa lainnya, menarik mundur 100.000 tentara Rusia dari perbatasan Ukraina adalah satu-satunya pertanda bahwa Presiden Rusia Vladimir Putin punya niat untuk bernegosiasi dengan iktikad baik.
Bagi Rusia, penolakan mutlak Barat untuk mempertimbangkan larangan ekspansi NATO ke bekas wilayah Uni Soviet dan penarikan pasukan NATO dari Eropa Timur adalah bukti ketidakjujuran pihak Barat.
Konsesi potensial diperumit oleh fakta bahwa baik Putin maupun Presiden Joe Biden tidak ingin terlihat terdesak mundur di depan publik domestik atau asing.
Penolakan sejauh ini oleh masing-masing pihak untuk turun dari apa yang dianggap pihak lain sebagai tuntutan yang tidak realistis, membuat prospek diplomasi menjadi buram. Amerika Serikat dan sekutunya menuduh Rusia memicu ketegangan tanpa alasan yang sah dan Rusia memandang bahwa Amerika Serikat adalah agresor.
Beberapa percaya situasinya akan menjadi lebih mengerikan sebelum kebuntuan dapat dipecahkan.
“Kesenjangan persepsi begitu luas sehingga eskalasi baru dan berbahaya mungkin diperlukan untuk membuat para pihak membuka cakrawala mereka dan mencari kesepakatan,” begitu pengamatan Fyodor Lukyanov, kepala Dewan Kebijakan Luar Negeri dan Pertahanan yang berbasis di Moskow.
Baca Juga: CIA Diam-Diam Latih Tentara Ukraina, Bakal Digunakan Jika Perang Lawan Rusia
Bagi para analis Barat, ini adalah situasi di mana Putin harus berkompromi jika ingin menghindari konflik. Beberapa orang berpikir, fokus Putin pada NATO, yang telah berjuang selama bertahun-tahun mencari jawaban apakah mereka masih relevan, mungkin justru memberi aliansi itu kesempatan baru untuk hidup.
“Ini adalah periode yang sangat tidak pasti, penuh ketegangan, dan tanpa jalan keluar yang jelas kecuali jika Putin mundur dari tuntutannya,” kata Jeff Rathke, pakar Eropa dan mantan diplomat AS yang saat ini menjabat sebagai presiden Institut Amerika untuk Studi Jerman Kontemporer di Universitas Johns Hopkins.
“Dia (Putin) terjerembab dalam hiruk-pikuk yang dia buat sendiri dan sekarang dia sulit untuk mundur dari situasi tersebut, kecuali dia mendapat gambaran ulang yang mendasar tentang arsitektur keamanan Eropa yang dia inginkan. Dia siap main keras dengan ancaman kekuatan militer besar-besaran untuk mewujudkan keinginannya, dan tentu saja dia jadi mendapat perhatian semua orang. Hanya saja, dia tidak bisa mengubah pandangan siapapun," kata Rathke.
Menlu Amerika Serikat Antony Blinken dan Penasihat Keamanan Nasional Jake Sullivan hingga kepala juru runding Wendy Sherman mengatakan, Rusia menghadapi "pilihan yang sulit", yaitu de-eskalasi atau menghadapi sanksi hukuman, dan kebalikan dari apa yang dia inginkan, seperti peningkatan kehadiran NATO di Eropa Timur, serta pasukan Ukraina yang lebih dipersenjatai dengan baik.
Sumber : Associated Press
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.