JAKARTA, KOMPAS.TV- Perdana Menteri (PM) Sudan Abdalla Hamdok mengatakan mundur dari kursi kekuasaannya pada Minggu (2/1/2022). Dia mundur tepat sehari setelah ulang tahunnya yang ke 66.
Hamdok mundur enam pekan setelah kembali ke jabatannya dalam kesepakatan dengan para pemimpin kudeta militer.
Dalam kesepakatan itu Hamdok mengatakan bahwa dia dapat menyelamatkan transisi menuju demokrasi.
Sebelumnya, Hamdok ditangkap oleh kekuasaan militer dalam sebuah aksi kudeta pimpinan Abdel Fatah Al- Burhan.
Dalam kesepakatan dengan militer, Hamdok gagal membentuk pemerintahan yang stabil. Hal itu diiringi dengan aksi unjuk rasa terus menerus yang digelar dua kekuatan, sipil dan militer.
Namun aksi yang terus menerus itu membuat Hamdok tak tahan. "Saya memutuskan untuk mengembalikan tanggung jawab dan mengumumkan pengunduran diri saya sebagai perdana menteri, dan memberikan kesempatan kepada siapa pun dari negara mulia ini untuk membantu negara ini melewati masa transisi menuju negara sipil yang demokratis," kata Hamdok dalam pidato yang disiarkan televisi.
Baca Juga: Sudan Memanas, Perdana Menteri Abdalla Hamdok Mengundurkan Diri
Pengumuman itu membuat masa depan politik Sudan semakin dalam ke arah ketidakpastian, tiga tahun setelah pemberontakan yang menyebabkan penggulingan pemimpin lama Omar al-Bashir.
Sebelum menjabat sebagai PM, reputas Hamdok sebagai ekonomi sangat dihargai. Dia adalah menteri keuangan di era Presiden Omar al-Bashir.
Di antara reformasi ekonomi yang dijalankan Hamdok adalah penghapusan subsidi bahan bakar yang mahal dan devaluasi mata uang yang tajam. Itu memungkinkan Sudan untuk memenuhi syarat untuk mendapatkan bantuan utang luar negeri setidaknya 56 miliar dolar AS (Rp797 triliun).
Hamdok juga sosok yang mendorong agar petani Afrika, terutama Sudan, lebih dinamis dan lebih berorientasi komersial demi kesejahteraan mereka.
Sebagai ekonom lulusan Manchester University di Inggris, sosok Hamdok juga dihormati oleh lembaga-lembaga keuangan dunia.
Dia pernah duduk sebagai staf PBB untuk buruh (ILO) di Zimbabwe, kemudian African Development Bank di Pantai Gading dan duduk Direktur Eksekutif di Badan untuk Komisi Ekonomi Afrika (Uneca), sebelum bergabung dengan kabinet Omar al-Bashir.
Ketika Omar digulingkan, Hamdok ditunjuk menjabat sebagai PM. Namun, kemelut politik dan instabilitas sosial pascapenggulingan Omar membuat negara tersebut terbelah antara pendukung supremasi sipil dan militer.
Baca Juga: Detik-detik Tentara Sudan Gerebek Stasiun TV Arab, Ada Apa?
Pada Maret 2020, Hamdok jadi target pembunuhan dalam sebuah aksi konvoi kendaraan bermotor para demonstran di ibu kota Sudan, Khartoum. Dia selamat.
Namun gejolak politik terus berlanjut. Aksi protes tak pernah berhenti. Tekanan dari kelompok militer juga makin meningkat. Tak tahan dengan kemelut politik yang tak berkesudahan, suami dari Muna Abdalla ini memilih mundur.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.