KHARTOUM, KOMPAS.TV - Sudan kian memanas sehingga membuat Perdana Menteri Abdalla Hamdok mengundurkan diri dari posisinya, Minggu (2/1/2022).
Demonstrasi massal terus terjadi di Sudan, setelah militer melakukan kudeta pada Oktober lalu.
Kudeta tersebut membuat Hamdok sempat menjadi tahanan rumah.
Namun, ia kemudian dibebaskan sebulan kemudian setelah menandatangani perjanjian kekuasaan yang baru.
Baca Juga: Tambang Tua di Sudan Runtuh, Sedikitnya 38 Orang Tewas
Meski begitu, rakyat Sudan tak menerima militer kembali berkuasa dan turun ke jalan untuk meminta kepemimpinan sipil seluruhnya.
Hamdok mengungkapkan keputusannya melalui siaran TV.
Ia pun menegaskan perjanjian baru sangat diperlukan demi perubahan Sudan menjadi demokrasi.
“Saya memutuskan untuk memberikan tanggung jawab dan mengumumkan pengunduran diri sebagai Perdana Menteri,” tutur Hamdok dikutip dari BBC.
“Saya akan memberi kesempatan untuk pria dan perempuan lain di negara terhormat ini untuk menolong mewariskan apa yang tersisa dari periode transisi menuju negara demokrasi sipil,” katanya.
Baca Juga: Orang Tua Jual Anak demi Makanan, Buntut Ekstrem Krisis Afghanistan
Pihak tentara Sudan sendiri menghadapi demonstrasi yang menentang mereka dengan tangan besi.
Menurut kelompok pro-demokrasi Komite Pusat Dokter Sudan, tantara sudah membunuh dua orang saat demonstrasi menentang kekuasaan militer.
Pihak militer sendiri tak berkomentar tentang kematian tersebut.
Komite tersebut mengungkapkan setidaknya 56 orang telah tewas pada demonstrasi sejak kudeta 25 Okotober 2021.
Sumber : BBC
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.