Menurut PBS, setelah Taliban merebut pemerintahan pada 15 Agustus lalu, Washington memblokir akses menuju dana cadangan bank sentral Afghanistan yang berada di AS. Al Jazeera melaporkan aset tersebut senilai hampir 9,5 miliar dolar AS.
Pada 17 Agustus, Uni Eropa menangguhkan dana pembangunan, bantuan jangka panjang yang digunakan untuk menopang proyek-proyek di bidang kesehatan hingga pertanian dan penegakan hukum di Afghanistan.
Jerman dan Finlandia pada hari yang sama juga menghentikan bantuan pembangunan.
Pada 18 Agustus, Dana Moneter Internasional (IMF) menyetop pelepasan dana senilai 400 juta dolar lebih. Langkah itu diikuti oleh Bank Dunia yang juga menghentikan pencairan dana bantuan untuk Afghanistan.
“Pembekuan cadangan nasional dan penghentian semua jenis bantuan untuk negara ini telah menimbulkan kekagetan finansial di negara ini, dan perekonomian hampir kolaps,” kata Ibraheem Bahiss, seorang penasihat tentang Afghanistan di International Crisis Group seperti dilansir PBS.
Baca Juga: Taliban Kecam PBB karena Belum Akui Dubes Mereka: Bentuk Penolakan Hak Masyarakat Afghanistan
Sebelum Taliban kembali berkuasa, Afghanistan telah menghadapi kekeringan, wabah Covid-19, dan pengungsian massal akibat konflik antara Taliban dan pasukan Afghanistan.
Di bawah pemerintahan Presiden Ashraf Ghani yang didukung Barat dan kini telah runtuh, 43 persen produk domestik bruto Afghanistan berasal dari bantuan asing, menurut Bank Dunia.
Sekitar 75 persen belanja publik didanai oleh bantuan asing. Sementara 90 persen warga Afghanistan berpenghasilan kurang dari 2 dolar per hari.
Adapun sebanyak 18,4 juta atau hampir separuh dari penduduk Afghanistan, membutuhkan bantuan kemanusiaan.
Baca Juga: Museum Nasional Kabul Kembali Dibuka, Tentara Taliban Jadi Pengunjung Paling Antusias
Sumber : The Associated Press/PBS/Al Jazeera
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.