THIMPHU, KOMPAS.TV - Selama 14 bulan, Raja Bhutan yang bernama Jigme Khesar Namgyel Wangchuck blusukan mengelilingi negaranya untuk memperingatkan warga mengenai bahaya pandemi Covid-19.
Kini, Bhutan mencatatkan hanya satu kematian karena Covid-19.
Raja lulusan Universitas Oxford itu berjalan melewati hutan dan mendaki gunung demi mencapai wilayah-wilayah terpencil demi menemui warganya.
Ia sering berjalan kaki, meski kadang juga menunggangi kuda atau menumpang mobil.
Perdana Menteri Bhutan Lotay Tshering memuji dedikasi Raja Wangchuck.
Baca Juga: Pemimpin Tertinggi Iran Ali Khamenei Terima Suntikan Pertama Vaksin Covid-19 Buatan Dalam Negeri
“Saat raja bepergian berkilo-kilometer untuk memperingatkan masyarakat mengenai pandemi, maka imbauannya yang rendah hati akan dihormati dan ditanggapi dengan serius,” ujar Tshering, dikutip dari Aljazeera.
Menurut Perdana Menteri Tshering, kehadiran Raja Wangchuck membuat masyarakatnya yakin bahwa mereka tidak sendiri menghadapi pandemi.
“Kehadiran Yang Mulia jauh lebih kuat daripada sekedar menerbitkan panduan untuk masyarakat,” kata Tshering.
Tshering beberapa kali ikut mendampingi Raja Wangchuck berkunjung ke wilayah perbatasan Bhutan dengan India.
Seorang pejabat Istana Bhutan mengatakan, raja mereka khawatir pandemi Covid-19 menjadi lebih ganas. Sebab itu, ia rela berkeliling negaranya.
“Ketakutan terbesar raja kami adalah kalau pandemi menyebar, seperti kebakaran hutan, maka bangsa kami akan musnah,” kata pejabat senior di Istana Bhutan itu.
Usai mengunjungi sebuah wilayah negaranya, Raja Bhutan bakal kembali ke Ibu Kota untuk menjalani karantina sesuai protokol kesehatan Covid-19.
Setelah itu, ia akan mengunjungi wilayah lain negaranya. Raja Bhutan bepergian dengan sedikit orang saja.
Sebuah foto memperlihatkan ia bepergian hanya bersama dua pendamping.
Baca Juga: Wacana Presiden Kembali Dipilih MPR, Pengamat: Ide Ini Adalah Kemunduran Demokrasi
“Raja Bhutan telah bepergian ke area perbatasan yang sangat berbahaya untuk mengawasi penerapan pencegahan Covid-19 dan memastikan tindakan terbaik telah dijalankan sesuai sumber daya yang ada,” puji perwakilan WHO di Bhutan, Rui Paulo de Jesus.
Melansir The Atlantic, Bhutan hanya memiliki 337 dokter dan total 3.000 tenaga kesehatan.
Sementara, mereka miliki penduduk berjumlah sekira 760 ribu orang.
Secara proporsi, Indonesia dan Bhutan memiliki rasio yang sama antara dokter dengan jumlah penduduk, yaitu 0,4 per 1.000 orang.
Letak Bhutan pun berbatasan dengan India yang mengalami tsunami Covid-19.
Namun, Bhutan berhasil menekan kasus Covid-19 hingga ‘hanya’ satu orang yang meninggal karena terjangkit Corona.
Warga Bhutan itu meninggal pada 7 Januari 2021, setahun lebih setelah pandemi mulai melanda.
Selain dedikasi Raja Bhutan, pemerintah negara itu juga bertindak cepat menghadapi pandemi Covid-19.
China melaporkan pandemi Covid-19 ke WHO pada 31 Desember 2019.
Pada 11 Januari 2020, Bhutan segera menyusun Rencana Penanganan dan Persiapan Nasional untuk menghadapi pandemi.
Empat hari kemudian, Bhutan mulai melakukan screening untuk memastikan tidak ada penderita penyakit pernapasan di antara pendatang yang tiba di bandara mereka.
Baca Juga: Presiden Jokowi Geser Jubir Fadjroel Rachman Jadi Dubes di Khazakstan
Pada 6 Maret 2020, Bhutan menemukan kasus pertama Covid-19 dari turis Amerika Serikat.
Enam jam kemudian, mereka berhasil melacak dan mengisolasi 300 orang yang sempat berkontak dengan turis itu.
Kini, sejumlah daerah di Bhutan masih menerapkan lockdown atau karantina wilayah.
Sementara, lebih dari 90% penduduk Bhutan, termasuk rajanya telah menerima satu dosis vaksin Covid-19 AstraZeneca.
Karena kekurangan stok, Perdana Menteri Tshering mengatakan, negara itu akan mencari persediaan vaksin Covid-19 merek lainnya untuk vaksinasi tahap kedua.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.