Tidak ada bukti yang diajukan di pengadilan tentang operasi penyadapan Australia, yang dilaporkan media dilakukan dengan kedok program bantuan asing.
Namun Saksi K dan Collaery menyiapkan dua surat pernyataan untuk pemerintah Timor Leste yang mengidentifikasi K sebagai mantan anggota ASIS dengan rincian fungsi.
Baca Juga: Epidemiolog Universitas Griffith Australia menilai Covid-19 di Indonesia dalam Fase Mirip India
Hakim Theakston mencatat kasus itu tidak biasa karena pelanggaran K dilakukan "di depan mata otoritas Australia."
"Itu menunjukkan kepada saya itu kurang ajar, dan acuh tak acuh atau salah," kata Theakston.
Theakston berkeyakinan Saksi K telah berbuat kesalahan, namun bukan pelanggaran yang disengaja, "berdasarkan persepsi keadilan."
Hakim menggambarkan K sebagai "pria tua" berusia lebih dari 70 tahun yang diancam hukuman penjara selama delapan tahun.
Aturan kerahasiaan ASIS "ketat dan mutlak" untuk perwira aktif dan mantan, kata Theakston.
Pengacara pembela, Robert Richter berkata, “Tuan. K” menderita karena tidak bisa bepergian ke luar negeri bersama istrinya karena kehilangan paspornya yang dicabut pemerintah Australia.
Richter mengatakan kepada The Associated Press, "Saya pikir ini hasil yang adil."
Jaksa Richard Maidment menolak mengomentari putusan tersebut.
Australia dan Timor Leste menyepakati perjanjian perbatasan maritim baru pada tahun 2018. Setahun kemudian, perdana menteri Australia tiba di Dili untuk meresmikan perjanjian dan menjadi sasaran protes jalanan yang menuntut tuduhan terhadap K dan Collaery dibatalkan.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.