TEHERAN, KOMPAS.TV – Pekan ini, rakyat Iran tengah bersiap berpartisipasi dalam pemilihan presiden yang dikhawatirkan akan memperburuk ketidakberdayaan mereka dalam upaya membentuk nasib negara itu.
Ketujuh calon presiden tengah bersiap menggantikan posisi Presiden Hassan Rouhani, yang janjinya akan masa depan ekonomi Iran yang cerah, memudar saat kesepakatan nuklir Teheran bersama para kekuatan dunia, kolaps di tahun 2015.
Reaksi kekecewaan terhadap kepemimpinan Rouhani yang relatif moderat ini, kata para analis, telah memberikan pihak garis keras keunggulan kali ini, bahkan ketika Amerika Serikat (AS) dan Iran tengah bernegosiasi dalam perjanjian itu.
Dari ketujuh calon presiden yang diizinkan oleh Dewan Garda Iran, sosok Ebrahim Raisi – hakim agung kepala peradilan garis keras – disebut unggul dan memiliki kedekatan khusus dengan Pemimpin Agung Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei.
Baca Juga: Dewan Garda Loloskan 7 Nama Bakal Capres Iran, Tak Ada Nama Mantan Presiden Mahmoud Ahmadinejad
Melansir Associated Press pada Senin (14/6/2021), di tengah penderitaan rakyat Iran akibat pandemi Covid-19, isolasi dunia, sanksi AS dan inflasi, para pemilih tampaknya bersikap apatis. Beberapa hari menjelang pemilihan, ibu kota Teheran tampak sunyi mencekam, tak seperti pemilihan-pemilihan di masa lalu dengan arak-arakan kampanye di jalanan kota.
Terkait pemilihan pemimpin baru mereka, sejumlah warga Iran menyuarakan harapan sekaligus kekhawatiran mereka.
Sebagian berharap, pemilihan presiden akan meringankan krisis Iran, sementara yang lain menyebut akan memilih Raisi dengan kampanye anti korupsinya untuk memprotes kegagalan Rouhani. Yang lainnya, belum berencana memilih calon presiden karena tak percaya pemerintah bakal mampu memperbaiki taraf hidup mereka.
Sebagian sisanya menyesalkan terpentalnya Presiden Mahmoud Ahmadinejad dari bursa capres. Kendati ditandai oleh sanksi, pergolakan kekerasan dan penurunan ekonomi, masa jabatan Ahmadinejad kini memunculkan nostalgia.
“Saya menonton debat presiden, tapi tidak melihat mereka menawarkan solusi-solusi yang nyata,” ujar Masoumeh Eftekhari (30), seorang perempuan hamil yang tengah berjalan menyusuri lorong Grand Bazaar untuk mencari baju bayi. Ia menunjuk baju-baju bayi yang harganya meroket. “Ini mengecewakan saya, jadi saya tidak bisa memilih siapa calon presiden favorit saya,” katanya sambil mengimbuh, “Saat ini, tidak ada (calon presiden favorit).”
Baca Juga: Perjanjian dengan Iran Berakhir, IAEA Tak Bisa Lagi Pantau Fasilitas Nuklir Iran
Warga lainnya, Fatemeh Rekabi (29) juga mengungkapkan, tak ada kandidat presiden yang layak dipilih.
“Saya tak percaya pada satu pun kandidat presiden kita karena saya tak tahu apa yang akan terjadi selanjutnya. Bagaimana jika situasi selanjutnya justru bertambah buruk?” tanyanya mengkhawatirkan masa depan ekonomi Iran yang suram. “Rakyat kami tak akan mampu bertahan.”
Sasan Ghafouri (29) yang bercita-cita menjadi seorang teknisi laboratorium, kini terpaksa berjualan pakaian di mal di Teheran. Ia kelelahan akibat pekerjaannya dan kecewa dengan politik pemilihan yang tak membawa hasil apa-apa.
“Saya bekerja mulai jam 9 pagi sampai jam 9 atau 10 malam, setiap hari. Kalau saya tak punya waktu tersisa untuk bersenang-senang atau belajar, meneruskan pendidikan dan mengejar mimpi saya, apa artinya hidup?” paparnya. “Saat ini, saya bahkan tak bisa berpikir tentang mimpi-mimpi saya.”
Baca Juga: Bendera Israel Berkibar di Wina, Menlu Iran Batal Berkunjung ke Austria
Warga yang meletakkan harapan di pundak Raisi, berharap nasib mereka bisa berubah setelah seluruh tabugan mereka menguap saat rial, mata uang Iran, kolaps di bawah Presiden Rouhani.
“Pemerintahan Rouhani sangat mengecewakan dan tak kompeten. Saya menangani keuangan karena pekerjaan saya dan telah menyaksikan kesulitan yang dihadapi warga kami setiap hari,” ujar Ali Momeni (37), seorang akuntan di sebuah mal di barat Teheran. Ia akan memberikan suaranya pada Raisi, yang ia harapkan mampu “menyewa tim penasihat ekonomi yang kuat untuk memperbaiki situasi Iran.”
Senada dengan Momeni, Loqman Karimi (50) pun menyatakan akan mendukung Raisi. Namun, bukan lantaran janji-janji gemerlap Raisi, melainkan karena hal-hal yang telah ia lakukan saat menjabat sebagai hakim agung pengadilan.
“Raisi membuka kembali banyak pabrik yang bangkrut. Hakim agung mana yang sebelumnya pernah melakukan hal ini? Tak ada seorang pun yang telah melakukan hal bagus seperti itu,” kata Karimi. “Mengapa rakyat Iran harus terjebak dalam harga-harga yang mahal? Mengapa mereka harus mengantri untuk membeli telur dan daging ayam?!”
Warga Iran saling berbagi kekecewaan mendalam atas status quo Iran, tapi juga aspirasi besar untuk masa depan Iran, entah bagaimana caraya, yang lebih baik. Bagi sejumlah orang, ini berarti kembali ke perjanjian nuklir, tahun-tahun optimis saat Iran merupakan negara berprospek bagi investor asing sebelum Presiden AS saat itu, Donald Trump, menarik AS dari perjanjian nuklir dan kembali memberlakukan sanksi terhadap Iran.
Baca Juga: Iran Kirim Kapal Perang ke Samudera Atlantik, Diduga Menuju Venezuela, AS Siap Merespon
Apapun hasil pemilihan presiden Iran nantinya, banyak warga Iran yang bermimpi Iran bisa menjadi “sebuah negara normal” yang bebas dari sanksi, ketakutan akan perang dan perasaan terkepung. Pemilihan-pemilihan presiden sebelumnya telah menciptakan landasan untuk negosiasi diplomatik dan pembukaan budaya. Namun, para politisi moderat menyatakan, semua hal itu tampaknya tak akan terwujud bila Raisi menang.
“Saya cuma ingin agar presiden Iran selanjutnya tidak main-main dengan negara lain, begitu juga sebaliknya,” ujar Rekabi. “Kami benar-benar sudah muak. Kami tidak pantas menjalani kehidupan sebegini sulit, lesu dan mengerikan ini.”
Baca Juga: Iran Bisa Buat Bom Nuklir dalam Hitungan Pekan, Perjanjian Nuklir Iran di Ujung Tanduk
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.