Resolusi itu juga berisi permintaan agar Sekretaris Jenderal PBB memberi laporan tiap tahun terkait kejahatan atas kemanusiaan di seluruh dunia.
“Rekomendasi laporan itu harus memberikan pedoman yang jelas dan berorientasi pada tindakan tentang bagaimana meningkatkan pencegahan kejahatan kekejaman,” kata Šimonovi .
Utusan 76 negara anggota PBB itu percaya, resolusi R2P ini dapat “memajukan dialog di antara Negara Anggota PBB tentang bagaimana menjadi lebih efektif mencegah genosida, kejahatan terhadap kemanusiaan, kejahatan perang dan pembersihan etnis.”
Bahasan soal resolusi ini pun mengundang perdebatan. Rakyat Palestina korban serangan Israel ikut pula menjadi sorotan.
Suriah dan Venezuela menolak resolusi ini karena ada standar ganda dalam pelaksanaan tanggung jawab melindungi (R2P).
“Siapa yang melindungi rakyat Palestina? Kekuatan militer (negara) yang mempromosikan R2P tidak terasa memiliki kewajiban yang sama, ketika pemerintahan pendudukan Israel melakukan kejahatan perang, kejahatan terhadap kemanusiaan dan pembersihan etnis terhadap rakyat Palestina,” kata utusan Venezuela, Samuel Moncada.
Baca Juga: Penyair Penentang Junta Militer Myanmar Tewas di Tahanan, Organ Dalam Tubuhnya Hilang
Sementara, utusan Indonesia mengatakan tidak menolak R2P, walau menolak resolusi itu.
Akan tetapi, utusan Indonesia menyebut, penyelesaian masalah genosida dan kejahatan kemanusiaan lainnya sebaiknya dilakukan pemerintah negeri itu sendiri.
“Penguatan kerangka kerja pencegahan normatif di tingkat nasional sangat penting. Adalah prinsip wajar bahwa pihak utama yang bertanggung jawab untuk melindungi penduduk terletak pada negara yang bersangkutan,” ujar utusan Indonesia.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.