JAKARTA, KOMPAS.TV – Para Ilmuwan mengungkapkan alasan dibalik mengapa Covid-19 lebih menular dibandingkan dengan “saudara tua”-nya SARS.
Meski disebabkan oleh jenis virus yang hampir sama, SARS-CoV-2 yang menyebabkan Covid-19 jauh lebih menular daripada SARS-CoV-1 yang menyebabkan SARS.
Dari penelitian yang dilakukan para ilmuwan, mereka mencoba untuk fokus pada protein lonjakan, struktur yang memungkinkan virus corona untuk mengikat dan memasuki sel manusia.
Istilah simpelnya, menginfeksi manusia. Sebelum saling berikatan, protein lonjakan berubah dari keadaan "tidak aktif" menjadi "aktif".
Baca Juga: Studi Terbaru: Ilmuwan Temukan Mutasi Paling Mematikan Virus Corona SARS-CoV-2
Melansir Kompas.com dari Live Science, simulasi molekuler yang ditunjukkan SARS-CoV-2 dapat lebih mudah bertahan dalam keadaan aktif dan mempertahankan posisi ini, sementara SARS-CoV-1 dengan cepat berganti-ganti antara dua kondisi, yang memberikan lebih sedikit waktu untuk mengikat ke sel.
"Kami menemukan dalam simulasi ini, SARS-CoV-1 dan SARS-CoV-2 memiliki cara yang sama sekali berbeda untuk mengubah bentuknya, dan pada skala waktu yang berbeda," kata penulis senior studi Mahmoud Moradi, asisten profesor kimia fisik dan biokimia di Universitas Arkansas, dalam sebuah pernyataan.
"SARS-CoV-1 bergerak lebih cepat, aktif dan nonaktif, yang tidak memberinya banyak waktu untuk menempel pada sel manusia, karena tidak stabil. Sedangkan SARS-CoV-2, di sisi lain, lebih stabil dan selalu siap menyerang," jelas Moradi.
Pada tahun sejak munculnya SARS-CoV-2, virus ini telah menyebabkan total kematian 117 juta jiwa. Tentu sangat jauh dengan kematian yang disebabkan oleh SARS.
Baca Juga: Bertentangan Dengan WHO, Ini Beda nCovid-19 & SARS-CoV-2 Versi Chairul Nidom
Menurut data dari Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC), SARS menyebabkan kematian sebanyak 8.000 jiwa dengan kasus terakhir tercatat pada tahun 2004.
Sementara banyak penelitian berfokus pada pengikatan protein lonjakan ke sel manusia, relatif sedikit yang melihat transisi protein lonjakan antara keadaan aktif dan tidak aktif.
“Berdasarkan hasil studi baru, kami berhipotesis bahwa kecenderungan protein lonjakan SARS-CoV-2 yang lebih besar untuk tetap dalam kondisi aktif berkontribusi pada penularan SARS-CoV-2 yang lebih tinggi dibandingkan dengan SARS-CoV-1," tulis para peneliti dalam makalah mereka.
Temuan juga menunjukkan, bahwa daerah di ujung protein lonjakan, yang dikenal sebagai domain terminal-N (NTD), membantu menstabilkan protein lonjakan.
Baca Juga: Apa itu Virus Corona, Keluarga besar virus SARS dan MERS
Domain N-terminal belum mendapat banyak perhatian dari para peneliti, karena tidak mengikat langsung ke sel manusia.
“Tetapi NTD tampaknya terlibat dalam transisi protein lonjakan dari keadaan tidak aktif ke aktif, dan mutasi di wilayah tersebut dapat mempengaruhi penularan,” kata para peneliti.
Moradi mengatakan, hasil penelitian ini kemungkinan juga dapat berimplikasi pada terapi masa depan untuk Covid-19.
"Kami akan merancang terapi yang mengubah dinamika [protein lonjakan] dan membuat keadaan tidak aktif lebih stabil, sehingga mendorong penonaktifan SARS-CoV-2. Itu adalah strategi yang belum diadopsi," pungkasnya.
Baca Juga: China Izinkan Penggunaan 3 Obat Tradisional China Untuk Pengobatan Covid-19
Meski penelitian anyar ini belum mendapat tinjauan ataupun komentar dari peneliti lain, temuan ini telah dipresentasikan pada akhir Februari lalu di Pertemuan Tahunan ke-65 Persatuan Biofisika.
Tak hanya itu, hasil dari penelitian ini telah ditayangkan ke database pracetak bioRxiv.
bioRxiv yang dibaca bio-archive ini merupakan akses terbuka repositori ilmu biologi pracetak yang didirikan oleh John Inglis dan Richard Sever pada bulan November 2013,yang disediakan oleh organisasi nirlaba Cold Spring Harbor Laboratory (CSHL).
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.