MOSKOW, KOMPAS.TV - Vaksin Covid-19 asal Rusia Sputnik V mencatatkan tingkat efikasi 92 persen, tepatnya 91,6 %. Dengan temuan itu, ilmuwan menyatakan vaksin ini aman dan bisa mencegah infeksi Covid-19 gejala berat dan mematikan.
Hal ini diketahui dari laporan dalam jurnal medis Lancet.
"Pengembangan vaksin Sputnik V telah dikritik karena ketergesa-gesaan yang tidak pantas, mengambil jalan pintas, dan tidak adanya transparansi,” tulis Ian Jones dan Polly Roy, peneliti Sputnik V.
Baca Juga: Dipercepat, Indonesia Terima 140 Juta Bahan Baku Vaksin Covid-19 Bertahap Hingga Juli 2021
"Tetapi hasil yang dilaporkan di sini jelas dan prinsip ilmiah dari vaksinasi telah ditunjukkan, yang berarti satu lagi vaksin sekarang dapat ikut membantu upaya mengurangi kasus Covid-19," tulis keduanya dalam laporan itu.
Uji coba ini melibatkan 21.977 relawan dengan usia minimal 18 tahun.
Vaksin Sputnik V sebelumnya menuai kontroversi karena digunakan untuk vaksinasi Covid-19 sebelum data uji coba tahap akhir dirilis.
Kini, temuan itu menempatkan vaksin Sputnik V sejajar dengan vaksin Pfizer, Oxford/AstraZeneca, dan Moderna.
Vaksin Sputnik bekerja dengan cara yang mirip dengan suntikan vaksin AstraZeneca yang dikembangkan di Inggris. Vaksin ini menggunakan virus tipe dingin, yang direkayasa agar tidak berbahaya, sebagai pembawa pecahan kecil virus corona ke dalam tubuh.
Dengan itu, tubuh dapat mengenali kode genetik Covid-19 secara aman. Tubuh pun dapat ancaman dan belajar melawan virus Covid-19, tanpa berisiko jatuh sakit.
Baca Juga: Menkes Minta Tambahan Anggaran Rp 132 Triliun untuk Covid-19, Alokasi Vaksin Paling Banyak
Setelah divaksinasi, tubuh mulai memproduksi antibodi yang dirancang khusus untuk virus corona.
Ketika benar-benar bertemu virus corona, tubuh penerima vaksin akan siap melawannya.
Vaksin Sputnik V dapat disimpan pada suhu antara 2 sampai 8 derajat Celcius sehingga mudah dibawa dan disimpan. Untuk diketahui, lemari es standar memiliki suhu kira-kira 3-5 derajat Celcius.
Tetapi tidak seperti vaksin serupa lainnya, suntikan Sputnik menggunakan dua versi vaksin yang sedikit berbeda untuk dosis pertama dan kedua. Dua dosis vaksin ini disuntik dengan jarak waktu 21 hari.
Pencipta vaksin ini berpikir dua formula vaksin yang berbeda dapat meningkatkan sistem kekebalan yang lebih baik dari dua dosis vaksin dengan formula sama. Vaksin Sputnik V juga diharapkan dapat memberi perlindungan tahan lama.
Efek samping dari vaksin biasanya ringan, seperti nyeri di lengan, kelelahan dan sedikit kenaikan suhu tubuh.
Baca Juga: Beraksi Sejak September 2020, Sindikat Pembuat Vaksin Palsu Covid-19 di China Terungkap
Tidak ada kematian atau gejala serius penyakit Covid-19 dalam kelompok yang divaksinasi Sputnik V.
Meski begitu, tim peneliti menunjukkan analisis efikasi vaksin Sputnik V baru mencakup kasus Covid-19 dengan gejala. Masih banyak pekerjaan rumah untuk memahami apakah vaksin itu dapat menghentikan kasus tanpa gejala, dan mencegah penularan virus bagi penerima vaksin.
Selain di Rusia, vaksin ini juga digunakan di sejumlah negara lain, termasuk Argentina, Palestina, Venezuela, Hungaria, Uni Emirat Arab, dan Iran.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.