ISTANBUL, KOMPAS.TV – Pengadilan Turki pada Rabu (23/12) memvonis mantan pemimpin redaksi (pemred) koran oposisi pemerintah Cumhuriyet dengan dakwaan spionase dan terorisme atas sebuah artikel yang diterbitkan harian tersebut pada tahun 2015. Menurut sang mantan pemred, putusan ini menunjukkan tekanan pemerintah terhadap media Turki.
Pengadilan di Istanbul, Turki memvonis Can Dundar, pemred Cumhuriyet bersalah karena ‘telah memperoleh sejumlah dokumen rahasia terkait spionase’ dan ‘secara sadar dan sukarela membantu organisasi teroris tanpa menjadi anggota’. Melalui putusan ini, sang pemred divonis 27,5 tahun penjara.
Baca Juga: Kritik Donald Trump, Jurnalis Wanita Ini Gagal Terima Penghargaan Internasional
Dundar melarikan diri ke Jerman pada 2016, dan ia tetap diadili meskipun tidak hadir di persidangan. Tim pengacara Dundar menyebut, proses persidangan Dundar tidak memenuhi standar pengadilan yang adil dan hukum yang tidak berpihak. Sebagai protes, tim pengacara Dundar tidak menghadiri persidangan yang digelar pada Rabu kemarin.
Dalam wawancaranya dengan Associated Press di kantornya di Berlin, Jerman, Dundar menyebut putusan tersebut sebagai, “Keputusan personal dari presiden Turki untuk menghalangi para jurnalis menulis (hal-hal yang bertentangan) dengannya.”
Dundar pertama kali didakwa pada tahun 2015, diadili dan divonis pada 2016 atas sebuah artikel di Cumhuriyet yang menuding dinas intelijen Turki mengirim senjata ke Suriah secara ilegal. Sidang ulang pada Rabu menghasilkan putusan bersalah pada Dundar.
Artikel tersebut menampilkan cuplikan video yang menunjukkan sejumlah orang berseragam polisi dan berpakaian sipil tengah membuka baut untuk membuka truk dan membongkar sejumlah kotak. Gambar-gambar selanjutnya menunjukkan truk-truk yang penuh bermuatan mortir. Associated Press tidak dapat memastikan keaslian gambar tersebut.
Baca Juga: Lagi, Seorang Jurnalis Tewas Ditembak di Afghanistan
Laporan berita tersebut juga mengklaim bahwa dinas intelijen Turki dan Presiden Recep Tayyip Erdogan tidak mengijinkan jaksa untuk menggelar penyelidikan lebih lanjut tentang penyelundupan senjata.
Artikel ini membuat murka Erdogan, yang menyebut bahwa truk-truk tersebut mengangkut bantuan bagi sejumlah kelompok warga Turki di Suriah. Erdogan kemudian juga menyebut bahwa Dundar harus membayar mahal atas artikelnya. Kepala biro Ankara Cumhuriyet, Erdem Gul, juga menghadapi tuntutan kriminal pada sidang pertama.
Turki kemudian melakukan intervensi secara langsung dalam perang sipil di Suriah, dan melancarkan 4 operasi lintas perbatasan.
Reporters Without Borders menempatkan Turki di posisi ke 154 dari 180 negara dalam daftar Indeks Kebebasan Pers tahun ini.
Baca Juga: IFJ: 42 Jurnalis Tewas dan 235 dipenjara di Seluruh Dunia Sepanjang 2020
Dundar menyatakan, putusan pengadilan ini dapat menimbulkan efek yang lebih mengerikan.
“Masalahnya adalah, awan ketakutan menaungi seluruh negeri, jadi keputusan-keputusan itu dapat menghalangi para jurnalis di Turki untuk menulis hal-hal yang bertentangan dengan pemerintah, menulis kebenaran,” ujar Dundar.
“Masih ada jurnalis-jurnalis berani yang mempertahankan kebenaran di Turki, tapi saya harap dunia dapat melihat dengan lebih baik sekarang, pemerintahan macam apa yang tengah kita lawan sekarang,” tambahnya.
Menteri Luar Negeri Jerman Heiko Maas mencuitkan, “Keputusan bagi Can Dundar merupakan pukulan berat bagi pekerjaan jurnalistik independen di Turki. Jurnalisme merupakan layanan yang sangat penting bagi masyarakat, termasuk dan terutama saat melakukan pandangan kritis tentang apa yang tengah dilakukan pemerintah.”
Dundar dituding telah membantu jaringan Fethullah Gulen, seorang ulama muslim yang berbasis di Amerika Serikat (AS) yang dituduh menjadi dalang di balik kudeta 2016 yang gagal. Gulen membantah tuduhan tersebut dan tetap berada di Pennsylvania.
Kantor berita Turki Anadolu melaporkan bahwa dalam memperoleh putusan tersebut, pengadilan Istanbul menyatakan bahwa artikel di Cumhuriyet tahun 2015 itu bertujuan menempatkan Turki sebagai negara yang mendukung terorisme di lingkup domestik dan internasional. Pengadilan menyebut, persepi ini membantu jaringan Gulen, yang juga menggunakan artikel tersebut dalam publikasinya.
Baca Juga: Pejabat Turki Kecam Karikatur Erdogan yang Diterbitkan Charlie Hebdo
Dundar dan Gul ditangkap pada 2015 dan menjalani masa tahanan sebelum persidangan selama 3 bulan. Pada 2016, pengadilan memvonis mereka 5 – 6 tahun penjara karena ‘memperoleh dan mengungkap sejumlah dokumen rahasia yang digunakan dalam spionase’. Saat putusan tersebut dikeluarkan, Dundar diserang di luar gedung pengadilan.
Setelah Dundar mengajukan banding pada putusan tersebut, Mahkamah Agung membatalkan putusan tahun 2018 dan memerintahkan sidang ulang dengan hukuman yang lebih berat. Persidangan ulang kasus Dundar dimulai pada 2019.
Meski properti Dundar di Turki tengah dalam proses penyitaan oleh negara, Dundar bergeming.
“Saya di sini, bekerja sebagai jurnalis, dan saya sudah tidak punya rasa takut lagi,” ujarnya. “Saya diserang oleh orang-orang bersenjata di Turki hanya karena laporan-laporan ini, dan kini saya berada di pengasingan, semua aset saya disita. Apa lagi yang bisa mereka lakukan?!”
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.