KABUL, KOMPAS.TV – Sejumlah pria bersenjata menyerang Universitas Kabul di Afghanistan, Senin (2/11) pagi saat kampus tengah menggelar pameran buku yang dihadiri duta besar Iran, dan memicu baku-tembak berjam-jam yang menewaskan sedikitnya 19 orang dan melukai 22 orang. Sebagian besar korban serangan yang terjadi di sekolah terbesar di negara yang dilanda perang ini adalah para mahasiswa, demikian seperti dilansir Associated Press.
Saat serangan terjadi, para mahasiswa dan dosen terlihat berlarian menyelamatkan diri keluar dari kampus sementara ledakan granat dan letusan senapan otomatis terdengar. Pasukan keamanan Afghanistan mengepung kampus dan mengawal dosen dan mahasiswa ke tempat aman.
Ahmad Samim, seorang mahasiswa, mengatakan pada wartawan bahwa ia melihat militan bersenjatakan pistol dan senapan Kalashnikov menembaki kampus tertua di Afghanistan yang memiliki 17 ribu mahasiswa ini. Samim menambahkan, serangan terjadi di kampus bagian timur di fakultas hukum dan jurnalisme.
Kekacauan mereda menjelang sore. Juru bicara Menteri Dalam Negeri Afganistan, Tariq Arian, menyatakan, 3 orang yang terlibat dalam serangan tersebut tewas terbunuh dalam baku tembak.
Baca Juga: Gadis Afghanistan Ini Tembak Mati 2 Pejuang Taliban yang Bunuh Orang Tuanya
Ini merupakan serangan kedua yang terjadi pada institusi pendidikan di Kabul dalam beberapa pekan terakhir. Pada 24 Oktober lalu, kelompok ISIS mengklaim bertanggung jawab atas serangan brutal terhadap sebuah pusat pendidikan di Dasht-e-Barchi yang menewaskan sedikitnya 24 pelajar dan melukai lebih dari 100 orang.
Sejumlah media Afghanistan menyebut, saat serangan terjadi, sejumlah pejabat tengah menghadiri pameran buku yang digelar pihak kampus. Namun, para pejabat tersebut dilaporkan tidak ada yang terluka.
Sehari sebelumnya, kantor berita Iran ISNA melaporkan, Duta Besar Iran Bahador Aminian dan Atase Kebudayaan Mojtaba Noroozi akan membuka pameran buku yang memamerkan buku-buku dari 40 penerbit Iran tersebut. Namun, saat serangan terjadi, belum dilaporkan adanya korban dari pihak pejabat Iran.
Diplomat Iran kerap menjadi target serangan di Afghanistan, dan ini membuat tensi hubungan kedua negara memanas. Pada 1998, Iran menuding Taliban bertanggung jawab atas tewasnya 9 diplomat Iran yang bekerja di konsulat Iran di Afghanistan utara, dan segera mengirim pasukan ke perbatasan Iran – Afghanistan.
Baca Juga: Afghanistan Lakukan Serangan Udara ke Sebuah Madrasah, 11 Anak Tewas
Tidak ada pihak yang mengklaim bertanggung jawab atas serangan tersebut. Namun, pihak Taliban mengeluarkan pernyataan bahwa mereka tidak terlibat dalam serangan tersebut.
Tiadanya klaim atas pihak yang bertanggung jawab atas serangan tersebut membuat kecurigaan mengerucut pada ISIS. Kelompok militan ekstrimis ini telah mengibarkan genderang perang di wilayah minoritas muslim Syiah dan melancarkan serangan sejak muncul di tahun 2014. Sebuah serangan mengerikan terjadi awal tahun ini di sebuah rumah sakit bersalin di Kabul. Kelompok ISIS dituding bertanggung jawab atas serangan yang menewaskan 25 orang, sebagian besar korban adalah para ibu dan bayi-bayi yang baru lahir.
Sekolah-sekolah juga menjadi target serangan. Tahun lalu, sebuah bom meledak di luar gerbang Universitas Kabul dan menewaskan 8 orang. Tahun 2016, militan bersenjata menyerang Universitas Amerika di Kabul dan menewaskan 13 orang.
Baca Juga: Bom Meledak di Madrasah di Pakistan, 7 Siswa Tewas, 112 Terluka
Kekerasan tak juga berhenti di tanah Afghanistan meski telah digelar pembicaraan damai antara militan Taliban dan Amerika Serikat (AS) di Qatar Februari lalu untuk menghentikan perang yang berlangsung lebih dari 4 dekade. Dalam kesepakatan ini, AS setuju untuk menarik pasukannya secara bertahap dari Afghanistan.
Sang arsitek kesepakatan damai, Zalmay Khalilzad, pekan lalu kembali ke Kabul dan mengungkapkan kekecewaan mendalam atas meningkatnya eskalasi kekerasan di Afghanistan. Senin (2/11) lalu, Khalilzad dilaporkan berada di Pakistan dan bertemu dengan kepala tentara. Meski tidak dijelaskan secara detil, namun banyak pihak menduga bahwa Khalilzad meminta Pakistan untuk membantu mendesak Taliban untuk mengurangi aksi kekerasan.
Meski kantor politis mereka berada di Qatar, namun dewan pimpinan Taliban berada di Pakistan, dan mereka terbilang kritis mendesak para pemberontak untuk mematuhi kesepakatan damai.
Baca Juga: Taliban Dikabarkan Dukung Trump Kembali Jadi Presiden AS, Mujahid Merasa Pernyataannya Dipelintir
Meski Khalilzad dan pemerintah Afghanistan menyerukan gencatan senjata, atau paling tidak pengurangan kekerasan, militan Taliban menolak dan mengatakan bahwa penghentian permanen peperangan akan menjadi bagian dari negosiasi.
Menteri Luar Negeri Pakistan mengutuk serangan tersebut dan menyebutnya sebagai aksi terorisme yang tercela karena menyasar sebuah institusi pendidikan. Pekan lalu, sebuah bom bunuh diri meledak di sebuah madrasah di Pakistan dan menewaskan 8 pelajar dan melukai lebih dari 120 orang.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.