Dalam ranah sosial, sebagian masyarakat menikmati media sosial untuk memenuhi hasrat pameran (narsistik) dalam bermacam bentuk. Semua hal dalam dirinya diumbar ke publik, "flexing", bahkan termasuk mengumbar data pribadi. Namun, sebaran data pribadi itu justru memicu kejahatan siber. Oleh para kriminal, data itu diolah untuk operasi kejahatan, seperti "hacking" (pembajakan), “doxing” (pembongkaran data pribadi), "phising" (penipuan), peretasan, "stalking" (penguntitan), atau "bullying" (perundungan).
Semakin tenggelam dalam kemudahan jaringan "online", sebagian masyarakat menjadi tergantung, bahkan ketagihan untuk terus berselancar di kanal-kanal dunia maya yang menggoda. Berasyik-masyuk dengan alat komunikasi canggih, mereka malah terputus atau kehilangan keterampilan untuk berkomunikasi tatap muka langsung.
Akibat lanjutannya, banyak orang yang tidak lagi berinteraksi langsung dengan orang-orang terdekat, kerabat, atau anggota keluarga.
Saat bersamaan, banjir informasi membuat sebagian masyarakat tak sempat untuk memeriksa kebenaran berita sehingga semua ditelan begitu saja. Pada sisi lain, untuk mencapai kepentingan jangka pendek dan pragmatis, banyak oknum yang memanfaatkan kanal-kanal informasi untuk menyebarkan kabar bohong atau “hoax”. Kabar yang menyesatkan itu rentan dilahap oleh publik lantaran literasi digital kita masih rendah.
Wal hasil, dalam dukungan teknologi komunikasi yang kian canggih, kita justru mengalami banyak masalah dalam komunikasi. Kondisi ini terasa demikian ironis, apalagi dibandingkan dengan masa lalu. Ketika peralatan komunikasi masih sederhana, masyarakat malah lebih lancar berkomunikasi lantaran lebih mengandalkan interaksi langsung yang lebih intim. Inilah paradoks yang patut kita sadari dan antisipasi sekarang ini.
Dalam konteks ini, Bentara Budaya menggelar Pameran Kartun "Komunikasih vs Komunikacau" di Bentara Budaya Art Gallery di Lantai 8, Menara Kompas, Jakarta, 26 September-08 Oktober 2024 (akan ada masa perpanjangan pameran).
Kurasi ditangani dua orang kurator Bentara Budaya, Frans Sartono dan Hilmi Faiq. Puluhan seniman undangan menampilkan karya yang mengulas fenomena komunikasi masa kini. Mereka menyoroti masalah komunikasi secara lebih kritis, penuh satir, juga humoris. Memaknai dan menerjemahkan judul pameran dengan berbagai gaya, berbagai cerita dan dari sudut yang berbeda.
Baca Juga: Netflix dan Rapper 50 Cent Garap Film Dokumenter soal Kasus yang Menyorot P. Diddy
Pada saat pembukaan pameran, Kamis, 26 September 2024, digelar juga Pentas Repertoar "Lakon Tragedi tentang Otak yang Bermigrasi". Pentas dibesut kurator Bentara Budaya, Putu Fajar Arcana, sebagai sutradara sekaligus penulis naskah. Tampil para aktor, antara lain Inaya Wahid (putri KH Abdurrahman Wahid). Dengan bahasa teater yang lebih kompleks, pertunjukan ini menyoroti fenomena kekacauan komunikasi dalam masyarakat.
Dua kegiatan ini digelar dalam momen ulang tahun ke-42 Bentara Budaya. Lembaga kebudayaan Kompas Gramedia ini berdiri di Yogyakarta, 26 September 1982, disusul Jakarta tahun 1986, dan Bali tahun 2009. Tahun 2009 hingga 2019,
Bentara Juga sempat mengelola Balai Soejatmoko di Kota Solo, Jawa Tengah. Hingga kini, Bentara terus berusaha memajukan kebudayaan Indonesia dengan memanggungkan kreasi para seniman di Nusantara.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.