JAKARTA, KOMPAS.TV- Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, Suryo Utomo menyatakan, pengembalian Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang telah dibayarkan pembeli akan dilakukan oleh penjual atau pengusaha.
Hal itu berdasarkan kesepakatan yang tercapai dalam pertemuan antara Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dengan perwakilan pengusaha.
Yakni Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) dan Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia.
Sebelumnya, banyak penjual yang telah menerapkan PPN 12 persen pada 1 Januari 2025 atau bahkan sebelum itu.
Barang yang dikenakan PPN juga bukan barang mewah seperti ketentuan Kemenkeu.
“Kami bersepakat restitusi dilakukan oleh penjual yang memungut lebih PPN kepada konsumen. Caranya seperti apa? Ini kan business to consumer (B2C), jadi mereka kembali dengan menyampaikan struk yang sudah dibawa selama ini,” kata Suryo Utomo dalam Konferensi Pers APBN 2024, dikutip dari kanal Youtube Kemenkeu, Senin (6/1/2025).
Baca Juga: Tok! Biaya Haji 2025 Ditetapkan Rp89,4 Juta, Calon Jemaah Bayar Bipih Rp55,43 Juta
Ia menyampaikan, pengembalian kelebihan bayar PPN dilakukan oleh pengusaha, lantaran pihak DJP belum mendapat setoran pajak.
Pajak baru akan disetor pengusaha ke DJP pada akhir bulan.
Suryo memaklumi jika ada beberapa pengusaha yang melakukan pungutan PPN 12 persen sebelum resmi diumumkan.
Pasalnya pengumuman kepastian skema dan jenis barang jasa kena PPN 12 persen baru dilakukan hanya beberapa jam sebelum aturan itu berlaku pada 1 Januari 2025.
"Mengenai restitusi yang sudah terlanjur dipotong, dipungutkan karena nggak bisa dihindari, pada tanggal 31 Desember kemarin policy kebijakan disampaikan, tanggal 1 (Januari) sudah ada yang bertransaksi dan itu kalau dari beberapa cerita yang muncul di beberapa WA itu kan kebanyakan yang muncul tanggal 1 Januari," terangnya.
Baca Juga: Kata APINDO Soal Pengembalian Uang Wajib Pajak yang Terlanjur Bayar PPN 12 Persen
Ia menambahkan, pertemuan dengan dua organisasi pengusaha itu juga membahas soal penyesuaian sistem administrasi.
Karena DJP menghitung PPN selain barang mewah dengan dasar pengenaan pajak (DPP) nilai lain sebesar 11/12 persen agar tidak menyalahi amanat undang-undang.
“Dengan penggunaan DPP nilai lain, otomatis sistem administrasi para pelaku juga mengalami perubahan. Di samping juga bahwa pajak sudah telanjur dipungut,” imbuhnya.
Terdapat dua poin utama yang menjadi kesepakatan.
Pertama, DJP memberikan keluangan waktu selama tiga bulan untuk pengusaha menyesuaikan sistem mereka.
Kedua, DJP tidak akan mengenakan sanksi kepada penjual bila terjadi kesalahan atau keterlambatan penerbitan faktur.
Baca Juga: KADIN Imbau Pengusaha Kembalikan Kelebihan Bayar PPN 12 Persen ke Konsumen Sesuai Aturan
Kedua, ketentuan itu sudah diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-1/PJ/2025 yang diterbitkan tanggal 3 Januari 2025.
Bila terjadi kelebihan pemungutan PPN sebesar 1 persen, dari yang seharusnya sebesar 11 persen untuk barang tidak mewah namun telanjur dipungut sebesar 12 persen, pembeli dapat meminta pengembalian kepada penjual.
Pengusaha kena pajak (PKP) penjual kemudian melakukan penggantian faktur pajak untuk memproses permintaan pengembalian lebih bayar tersebut.
Sumber :
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.