"Mengenai restitusi yang sudah terlanjur dipotong, dipungutkan karena nggak bisa dihindari, pada tanggal 31 Desember kemarin policy kebijakan disampaikan, tanggal 1 (Januari) sudah ada yang bertransaksi dan itu kalau dari beberapa cerita yang muncul di beberapa WA itu kan kebanyakan yang muncul tanggal 1 Januari," terangnya.
Baca Juga: Kata APINDO Soal Pengembalian Uang Wajib Pajak yang Terlanjur Bayar PPN 12 Persen
Ia menambahkan, pertemuan dengan dua organisasi pengusaha itu juga membahas soal penyesuaian sistem administrasi.
Karena DJP menghitung PPN selain barang mewah dengan dasar pengenaan pajak (DPP) nilai lain sebesar 11/12 persen agar tidak menyalahi amanat undang-undang.
“Dengan penggunaan DPP nilai lain, otomatis sistem administrasi para pelaku juga mengalami perubahan. Di samping juga bahwa pajak sudah telanjur dipungut,” imbuhnya.
Terdapat dua poin utama yang menjadi kesepakatan.
Pertama, DJP memberikan keluangan waktu selama tiga bulan untuk pengusaha menyesuaikan sistem mereka.
Kedua, DJP tidak akan mengenakan sanksi kepada penjual bila terjadi kesalahan atau keterlambatan penerbitan faktur.
Baca Juga: KADIN Imbau Pengusaha Kembalikan Kelebihan Bayar PPN 12 Persen ke Konsumen Sesuai Aturan
Kedua, ketentuan itu sudah diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-1/PJ/2025 yang diterbitkan tanggal 3 Januari 2025.
Bila terjadi kelebihan pemungutan PPN sebesar 1 persen, dari yang seharusnya sebesar 11 persen untuk barang tidak mewah namun telanjur dipungut sebesar 12 persen, pembeli dapat meminta pengembalian kepada penjual.
Pengusaha kena pajak (PKP) penjual kemudian melakukan penggantian faktur pajak untuk memproses permintaan pengembalian lebih bayar tersebut.
Sumber :
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.