SUKOHARJO, KOMPAS.TV - PT Sri Rejeki Isman Tbk atau Sritex mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA) usai dinyatakan pailit oleh Pengadilan Negeri Kelas IA Semarang.
Sritex dinyatakan pailit dalam putusan yang dikeluarkan Pengadilan Negeri Semarang Kelas IA Khusus, Senin (21/10/2024).
Putusan tersebut datang setelah gugatan permohonan pembatalan perdamaian yang diajukan PT Indo Bharat Rayon, yang menjadi kreditor dari empat perusahaan tekstil, yakni PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex), PT Sinar Pantja Djaja, PR Bitratex Industries, dan PT Primayudha Mandirijaya.
Terkait putusan pailit ini, Pemerintah Kabupaten Sukoharjo memanggil perwakilan dari Sritex untuk mengklarifikasinya, di Kantor Sekretariat Daerah Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah, Jumat (25/10/2024)
”Kami lakukan upaya hukum berikutnya. Hari ini kami melayangkan kasasi ke Mahkamah Agung. Tentu kami juga menjelaskan beberapa hal karena kondisi masih berjalan normal,” kata General Manager Human Resource Development Sritex Group Hario Ngadiyono seusai pertemuan yang juga dihadiri Asosiasi Pengusaha Indonesia, dikutip dari Kompas.id.
Hario mengungkapkan, sempat muncul keresahan di kalangan pekerja setelah kabar pailit beredar. Maka dari itu, langkah awal yang ditempuh perusahaan yakni memberitahukan kepada para pekerjanya perihal upaya hukum yang tengah berjalan.
Apalagi dalam kasus ini, perusahaan tidak berusaha memailitkan dirinya melainkan tuntutan pailit berasal dari pihak lain.
Lebih lanjut, Hario mengatakan bahwa mesin produksi masih beroperasi dalam tiga jam kerja seperti biasanya.
Akan tetapi, utilitas yang bekerja hanya 60-70 persen dari seluruh alat yang dimiliki perusahaan tersebut karena terdapat kendala soal pemenuhan bahan baku.
Baca Juga: Sritex Dinyatakan Pailit oleh Pengadilan Niaga Kota Semarang
Saat ini, jumlah pekerja pabrik Sritex yang berada di Sukoharjo mencapai 10.000 hingga 11.000.
”Kami tidak akan melakukan PHK (pemutusan hubungan kerja) massal manakala kondisi ini masih bisa dilakukan upaya hukum. Sebab, bukan perusahaan yang memailitkan,” tegas Hario.
Terkait sengketa yang terjadi, Hario menyebut muncul karena persoalan utang. Namun, ia enggan mengungkapkan jumlah utang yang tercatat dalam kasus tersebut karena menjadi kewenangan pemilik.
Kepala Dinas Perindustrian dan Tenaga Kerja Sukoharjo Sumarno berharap, Sritex bisa menyelesaikan masalah tersebut sebaik-baiknya dan tidak berujung pada pemutusan hubungan kerja.
”Perusahaan tekstil ini termasuk perusahaan padat karya. Tenaga kerjanya begitu banyak. Jadi, dampaknya akan sangat luas,” tutur Sumarno.
Kompartemen Sumber Daya Manusia Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Harrison Silaen menyampaikan, situasi industri tekstil nasional sedang tidak baik-baik saja karena gempuran produk impor yang masif.
”Terus terang, kami tidak kuat bersaing. Persaingan harga tekstil impor ini tidak wajar. Misalnya, di China, produk tekstil itu sudah overproduction. Mereka lalu masuk ke negara-negara lain. Indonesia termasuk yang paling seksi untuk dimasuki,” jelas Harrison.
Wakil Ketua API Jateng Lilik Setiawan menyampaikan, pembatasan produk impor perlu dilakukan agar industri tekstil nasional bisa bertahan.
”Yang penting adalah menyelamatkan kepentingan nasional. Jika tidak demikian, pabrik-pabrik bisa berguguran,” ucap Lilik.
Baca Juga: Sejarah Sritex, Produsen Seragam Tentara NATO di Solo yang Akhirnya Pailit
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.