Selain itu, kata dia, okupansi penumpang saat ini sudah meningkat mencapai 21.000 penumpang dari target 30.000 penumpang per hari.
"Bertahap kan, jadi enggak mungkin tiba-tiba. Ya orang jualan masa langsung tercapai, bertahap. Tapi kan sekarang sudah bagus," ucapnya, dikutip dari Kompas.com.
Sebagai informasi, proyek Whoosh digarap PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC).
KCIC merupakan perusahaan patungan antara konsorsium BUMN, PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI), dan konsorsium perusahaan perkeretaapian China, Beijing Yawan HSR Co.Ltd dengan skema business to business (B2B).
Konsorsium BUMN yang terlibat dalam pembangunan Whoosh yakni PT Wijaya Karya (Persero) Tbk, PT Perkebunan Nusantara III (Persero) atau PTPN, PT Jasa Marga (Persero) Tbk, dan PT KAI (Persero).
Baca Juga: Pedagang Pasar Abang Tutup Toko karena Takut Razia Barang Impor, IKAPPI Buka Suara
Sebelumnya, Direktur Utama WIKA Agung Budi Waskito menyebut dua faktor yang menjadi penyebab utama pembengkakan kerugian perusahaannya, yakni beban bunga dan beban lain-lain.
Beban bunga meningkat akibat perusahaan harus menerbitkan surat utang (obligasi) untuk urunan membiayai mega proyek Kereta Cepat Whoosh.
Beban lain yang ditanggung termasuk beban provisi dan beban administrasi dari utang yang diperoleh WIKA.
"Beban lain-lain ini di antaranya mulai tahun 2022 kami sudah mencatat adanya kerugian dari PSBI atau kereta cepat," ujar Agung dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi IV DPR RI, Jumat, 12 Juli 2024.
Ia menyebut WIKA menyetor modal cukup besar ke proyek Kereta Cepat Whoosh melalui PSBI, di mana dana yang digelontorkan mencapai Rp6,1 triliun.
Baca Juga: Asyik! Gaji PNS Bakal Naik Lagi di 2025, Ini Bocoran dari Airlangga Hartarto
"Penyertaannya saja sudah Rp6,1 triliun (untuk konsorsium Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung). Kemudian, yang masih dispute atau belum dibayar sekitar Rp5,5 triliun, sehingga hampir Rp12 triliun," beber Agung.
Yang jadi masalah, dana yang disetorkan ke konsorsium untuk permodalan kereta cepat diperoleh WIKA melalui penerbitan utang. Praktis, perusahaan harus terbebani dengan beban bunga yang tinggi.
"Untuk memenuhi uang ini, mau tidak mau WIKA harus melakukan pinjaman melalui obligasi," ungkap Agung.
Sumber : Kompas.tv, Kompas.com
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.