JAKARTA, KOMPAS.TV - Ekonom senior Faisal Basri menilai rencana pemerintah membatasi pembelian BBM bersubsidi mulai 17 Agustus tahun ini, sebagai sinyal kenaikan harga.
Ia mengatakan, pemerintah sudah tidak bisa menanggung beban subsidi energi, sehingga pembeliannya dibatasi dan pada akhirnya harga harus dinaikkan.
Saat ini, terjadi pelemahan nilai tukar rupiah dan fluktuasi harga minyak yang membuat anggaran subsidi BBM membengkak.
"Artinya, sinyal kemungkinan besar pemerintah akan menaikkan harga BBM yang selama ini disubsidi yaitu pertalite dan solar," kata Faisal kepada wartawan di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (10/7/2024).
Baca Juga: Ada Kasus Pembobolan Rekening Rp1,3 Miliar, Bank Jago Tegaskan Dana Nasabah Tetap Aman
Ia menerangkan, saat ini harga minyak mentah Indonesia (Indonesian Crude Price/ICP) memang masih berada dalam perhitungan pemerintah, yakni 82 dolar AS per barrel. Tapi jika harganya kembali naik, maka kenaikan harga BBM juga sangat mungkin terjadi.
"Kan sudah mulai, pemerintah enggak mampu lagi menahan subsidi tidak lagi dinaikkan. Ini naik terus, misalnya sekarang sih harga minyak anteng di 80 dolar AS per barel, kalau naik lagi ke 90 dolar AS per barel artinya subsidinya naik," ujarnya.
Naiknya harga ICP, lanjutnya, juga membuat dana kompensasi yang dibayarkan pemerintah ke Pertamina juga membengkak. Lantaran Pertamina harus menjual Pertalite dan Solar di bawah harga pasar.
Sebelumnya, Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan menyatakan pemerintah akan mulai membatasi pembelian BBM bersubsidi pada 17 Agustus 2024. Hal itu dilakukan untuk menekan defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun ini yang diproyeksi meningkat.
Baca Juga: Airlangga Ungkap Defisit dan Rasio Utang RI Lebih Baik dari Jepang, China, hingga AS
"Pemberian subsidi yang tidak tepat (sasaran), itu sekarang Pertamina sudah menyiapkan. Kita berharap 17 Agustus ini kita sudah bisa mulai, di mana orang yang tidak berhak dapat subsidi itu akan bisa kita kurangin. Kita hitung di situ," kata Luhut dalam video yang diunggah di akun Instagramnya, Selasa (9/7/2024).
Selain membatasi BBM subsidi, pemerintah juga sedang berencana untuk mendorong alternatif pengganti bensin melalui bioetanol. Selain mampu mengurangi kadar polusi udara, tingkat sulfur yang dimiliki bahan bakar alternatif ini juga tergolong rendah.
"Jika kita mampu melakukan ini, jumlah penderita ISPA bisa kita tekan dan pembayaran BPJS untuk penyakit tersebut bisa kita hemat sampai Rp 38 triliun," ujarnya.
Terkait hal tersebut, Pertamina menyatakan pihaknya hanya sebagai operator penyalur BBM bersubsidi. Yaitu Pertalite dan Solar. Penetapan harga dan mekanisme penjualan 2 jenis BBM itu juga sepenuhnya ada di pemerintah.
Baca Juga: Airlangga Sebut Prabowo Sudah Sepakat Defisit di Bawah 3 Persen dan Rasio Utang di Bawah 40 Persen
VP Corporate Communication Pertamina Fadjar Djoko Santoso mengatakan, Pertamina juga menjual BBm jenis Pertamax, Pertamax Turbo, Pertamina Dex, Dexlite yang dijual mengikuti pergerakan harga pasar karena bukan BBM bersubsidi.
"BBM subsidi merupakan kewenangan pemerintah dan Pertamina sebagai operator menjalankan arahan pemerintah," ucap Fadjar saat dikonfirmasi Kompas.tv, Rabu (10/7/2024).
Sumber : Kontan, Kompas.tv
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.