JAKARTA, KOMPAS.TV- Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan menyatakan, pemerintah menargetkan akan meluncurkan Sustainable Aviation Fuel (SAF) pada September 2024, bertepatan dengan gelaran Bali Air Show.
Luhut mengatakan, SAF atau avtur ramah lingkungan adalah bahan bakar pesawat terbang yang berkelanjutan, karena terbuat dari minyak jelantah atau used cooking oil.
"Pernahkah terpikirkan bahwa minyak jelantah atau used cooking oil dapat menjadi bahan bakar untuk industri aviasi atau penerbangan? Hal ini ternyata sudah lumrah dilakukan di beberapa negara tetangga kita, seperti Malaysia dan Singapura," kata Luhut seperti dikutip dari akun Instagram resminya, Rabu (29/5/2024).
Luhut menjelaskan, Indonesia memiliki potensi pasokan 1 juta liter minyak jelantah tiap tahunnya, dimana 95 persennya di ekspor ke beberapa negara.
Baca Juga: Bahan Bakar Pesawat dari Minyak Inti Sawit Buatan Pertamina Sukses Dipakai Garuda Indonesia Terbang
Pemerintah melihat industri SAF sebagai bisnis yang menjanjikan, lantaran diprediksi bisa menghasilkan cuan hingga Rp12 triliun dari penjualan dalam negeri dan ekspor. Oleh karena itu, pemerintah akan menyusun Peta Jalan Pengembangan Industri SAF.
Luhut pun memimpin Rapat Rancangan Peta Jalan dan Rencana Aksi Nasional Pengembangan Industri SAF di Indonesia pada Rabu (29/5) pagi.
"Mengapa hal ini penting? Berdasarkan data IATA, Indonesia diprediksi akan menjadi pasar aviasi terbesar keempat di dunia dalam beberapa dekade kedepan. Dengan asumsi kebutuhan bahan bakar ini mencapai 7.500 ton liter hingga 2030," ujarnya.
Luhut mengungkap, Pertamina sebelumnya sudah melakukan uji coba statis yang sukses dari SAF, untuk digunakan pada mesin jet CFM56-7B. Hal ini membuktikan bahwa produk SAF yang dihasilkan Pertamina layak digunakan pada pesawat komersil.
Baca Juga: Garuda Indonesia Terbang Jakarta-Solo PP Pakai Bioavtur Minyak Sawit, Diklaim Pertama di Dunia
"Hal lain yang tidak kalah pentingnya adalah penciptaan nilai ekonomi melalui kapasitas produksi kilang-kilang biofuel Pertamina, diestimasikan bahwa penjualan SAF secara domestik dan ekspor dapat menciptakan keuntungan lebih dari Rp 12 triliun per tahunnya," tutur Luhut.
"Selain itu, pengembangan industri SAF juga akan menjadi pintu masuk investasi kilang biofuel lebih lanjut dari swasta maupun BUMN," tambahnya.
Ia memaparkan, seiring meningkatnya aktivitas penerbangan, emisi karbon yang dihasilkan juga akan terus bertambah. Oleh karena itu, intervensi untuk mengurangi emisi karbon menjadi penting.
Dari berbagai data dan kajian, Kemenko Marves menyimpulkan bahwa SAF adalah solusi paling efektif untuk mewujudkan masa depan penerbangan yang ramah linakungan di Indonesia.
Baca Juga: Cetak Sejarah, Garuda Indonesia Rampungkan Uji Coba Bioavtur Minyak Sawit untuk Pesawat Komersial
"Sehingga upaya menciptakan Bahan Bakar Aviasi Ramah Linkungan (SAF) ini bukan hanya menjadi inovasi semata, melainkan suatu komitmen dalam upaya mengurangi emisi karbon global," ucap Luhut.
"Saya menargetkan setelah keluarnya Peraturan Presiden, SAF dapat kita launching selambatnya pada @baliairshow, September mendatang,"
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.