JAKARTA, KOMPAS.TV- Komisi IX DPR RI menilai Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) belum siap menyelenggarakan program Kamar Rawat Inap Standar (KRIS). Hal itu diungkapkan Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Kurniasih Mufidayati dalam rapat soal KRIS dengan DJSN dan Kementerian Kesehatan, Kamis (9/2/2023).
Dalam rapat itu, Kepala DJSN tidak hadir dan DJSN juga tidak menyajikan data yang lengkap soal evaluasi uji coba KRIS di tahun 2022.
DJSN hanya menjelaskan hasil uji coba di 4 RS, padahal uji coba dilakukan di 14 RS. Padahal DJSN adalah lembaga yang bertanggung jawab pada program KRIS.
Baca Juga: Tunggu Kesiapan Rumah Sakit, Program KRIS BPJS Kesehatan Diundur Jadi 2025
"Untuk DJSN memang jujur saya sedih melihat paparannya karena yang paling bertanggung jawab kan di sini. Paparannya tapi sangat minimalis, sudah tidak hadir Kepala DJSN nya dan paparannya minimalis," kata Kurniasih seperti dikutip dari tayangan YouTube Komisi IX DPR.
Dari laporan DJSN, kesiapan 4 RS tersebut dalam menjalankan KRIS sudah mencapai 98 persen. Namun data itu belum cukup sebagai landasan implementasi KRIS secara nasional.
"Terbukti di sini di slide 5 temuan hasil uji coba KRIS secara umum 98 persen kriteria KRIS JKN telah dipenuhi 4 RS uji coba, saya bingung nih dikatakan 4 RS uji coba. Di presentase Pak Wamen lebih dari empat bahkan disebutkan nama rumah sakitnya," tambahnya.
Pada kesempatan yang sama, Anggota Komisi IX DPR RI Rahmad Handoyo menegaskan dirinya tidak bisa mengambil keputusan apapun untuk melanjutkan program KRIS ini. Rahmad menyebut DJSN tidak profesional.
Baca Juga: Kelas 1-3 BPJS Kesehatan akan Dihapus Mulai 2023, Ini 12 Standar yang Harus Dipenuhi RS
"Saya kira saya belum bisa mengambil keputusan apapun terhadap KRIS ini, KRIS ini tanggung jawabnya DJSN. KRIS dibantu oleh Kemenkes dalam rangka untuk uji coba, saya anggap ini enggak profesional dari data ini bagaimana kita mau ambil keputusan kalau tidak profesional," ungkap Rahmad.
Ia menuturkan, meski Ketua DJSN tak hadir, seharusnya data yang disajikan tetap lengkap. Sehingga DPR punya gambaran utuh tentang evaluasi uji coba KRIS.
Rahmad mengatakan, program KRIS sangat krusial karena akan mempengaruhi keuangan BPJS Kesehatan dalam jangka panjang.
Pasalnya, semua kamar rawat inap harus memenuhi 12 kriteria KRIS namun tarif iuran peserta BPJS tidak dinaikkan hingga 2024.
"Enggak datang pun masih bisa masuk akal kalau data-datanya utuh, data-datanya komprehensif dan luar biasa. Ini kita mau ambil kesimpulan apa kalau cuma tiga lembar empat lembar. Ini saya mohon maaf barang kali uji coba penelitiannya DJSN cuma asal comot saja, sangat tidak profesional ini," kata Rahmad.
Baca Juga: Bikin Paspor Same Day Bisa di Lippo Mall Kemang, Ini Jadwal dan Biayanya
Dalam pemaparan Ketua Komisi Kebijakan Umum DJSN Mickael Bobby Hoelman, 4 RS yang dijelaskan hasil uji cobanya adalah RSUP Rivai Abdullah, RSUP Surakarta, RSUP Tadjudin Chalid dan RSUP Leimena.
Mickael menjelaskan, kebutuhan dana untuk perbaikan infrastruktur pemenuhan 12 kriteria di 4 RSUP bervariasi mulai dari Rp 321 juta sampai Rp 2,6 miliar.
"Semakin tinggi tipe rumah sakit, semakin besar biaya perbaikan infrastruktur," ucapnya.
DJSN pun akhirnya memutuskan menunda penerapan KRIS secara nasional, dari yang tadinya Semester II 2024 menjadi 1 Januari 2025.
.
Sumber :
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.