Kompas TV bisnis ekonomi dan bisnis

Digugat Pengelola Meikarta Rp56 Miliar, Konsumen Meikarta Jalani Sidang Perdana Hari Ini

Kompas.tv - 24 Januari 2023, 10:11 WIB
digugat-pengelola-meikarta-rp56-miliar-konsumen-meikarta-jalani-sidang-perdana-hari-ini
Proyek Meikarta. Konsumen Meikarta yang bergabung dalam Perkumpulan Komunitas Peduli Konsumen Meikarta atau PKPM akan menjalani sidang perdana kasus pencemaran nama baik di Pengadilan Negeri Jakarta Barat, hari ini, Selasa (24/1) pukul 09.00 WIB. (Sumber: Kompas.com )
Penulis : Dina Karina | Editor : Desy Afrianti

JAKARTA, KOMPAS.TV - Konsumen Meikarta yang bergabung dalam Perkumpulan Komunitas Peduli Konsumen Meikarta atau PKPM akan menjalani sidang perdana kasus pencemaran nama baik di Pengadilan Negeri Jakarta Barat, hari ini, Selasa (24/1/2023). Sidang dijadwalkan pukul 09.00 WIB.

Ada 18 konsumen Meikarta yang digugat oleh anak perusahaan PT Lippo Cikarang Tbk yaitu PT Mahkota Sentosa Utama atau PT MSU, yang merupakan pengembang Meikarta.

Sebelumnya, ke-18 konsumen Meikarta itu telah berunjuk rasa ke DPR dan Bank Nobu, mengadukan nasib unit mereka yang tak juga diserahkan oleh pihak Meikarta.

Mereka adalah Aep Mulyana, Dhani Amtori, Herdiansyah, Slamet Waluyo, Gerrits S.B.C. Udjung, Natasha Yuwanita, Suryadi, Ho Kiun Liung, Indriana Sembiring, S.E., Novalina Susilawati, Zaenuri, Alfredo Tambunan, Komang Nourma Gustina, Tri Cahyo Wibowo, Wendy, Keryn Janurizki, dan Rosliani.

PT MSU menggugat para konsumen untuk membayar ganti rugi sebesar Rp56 miliar, dalam gugatan yang terdaftar sejak 26 Desember 2022 lalu. dengan Nomor Perkara 1194/Pdt.G/2022/PN Jkt.Brt.


 

Dalam petitum gugatan yang dikutip dari Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PN Jakarta Barat, PT MSU meminta majelis hakim untuk mengabulkan permohonan sita jaminan dan menetapkan sita jaminan atas segala harta kekayaan para tergugat baik benda bergerak maupun yang tidak bergerak.

Baca Juga: Meikarta Mangkrak Dihajar Covid, Haruskah Konsumen yang Tanggung? Ini Kata Pengamat - BTALK

Kemudian, PT MSU juga meminta agar para konsumen tersebut tidak lagi melalukan hal-hal yang mencemarkan nama baik perusahaan.

"Memerintahkan para tergugat untuk menghentikan dan tidak mengulangi segala dan semua tindakan, aksi dan pernyataan pernyataan yang memfitnah dan merusak reputasi dan nama baik penggugat," demikian tertulis dalam materi gugatan.

"Menetapkan bahwa perintah ini adalah serta merta dan harus dijalankan lebih dahulu selama perkara a quo berjalan hingga putusan berkekuatan hukum tetap/inkracht," lanjut isi gugatan.

Selain itu, PT MSU juga meminta majelis hakim ON Jakarta Barat untuk menghukum para tergugat untuk secara tanggung renteng mengganti kerugian perusahaan.

"Kerugian materiil akibat rangkaian Perbuatan Melawan Hukum yang dilakukan oleh para tergugat senilai Rp.44.100.000.000," tulis gugatan itu.

"Kerugian imateriil akibat Perbuatan Melawan Hukum oleh para tergugat yaitu nilainya tidak kurang dari Rp.12.000.000.000," lanjut isi gugatan.

Baca Juga: Proyek Kota Impian Meikarta Mangkrak, Waspada Salah Hitung Beli Properti - BTALK FULL

PT MSU juga ingin agar para konsumen untuk menyampaikan permohonan maaf secara terbuka di tiga harian koran nasional yaitu di harian Kompas, Bisnis Indonesia dan Suara Pembaruan.

Lalu menuliskan surat resmi kepada Bank Nobu, DPR maupun pihak lain yang telah didatangi oleh para tergugat, dengan menyatakan bahwa tuduhan-tuduhan yang telah disampaikan para tergugat adalah tuduhan yang tidak benar.

Selanjutnya, majelis hakim juga diminta untuk menetapkan sita jaminan terlebih dahulu pada saat pemeriksaan tingkat pertama dan selanjutnya menyatakan sah dan berharga sita jaminan pada putusan akhir atas seluruh harta kekayaan para tergugat.

"Menyatakan putusan ini dapat dilaksanakan terlebih dahulu walaupun ada upaya verzet, banding, maupun kasasi (Uit Voerbaar Bij Voordaad)," tulis isi gugatan.

"Menghukum para tergugat untuk membayar biaya perkara yang timbul dalam perkara ini," lanjut isi gugatan.

Diberitakan Kompas TV sebelumnya, Sekretaris Perusahaan PT Lippo Cikarang Tbk (LPCK) Veronika Sitepu mengatakan, perselisihan dengan para pembeli sebenarnya sudah diselesaikan di pengadilan.

Menurut Veronika, mereka tetap mematuhi aturan yang ada, termasuk putusan pengadilan. Adapun proyek Meikarta digarap oleh anak usaha LPCK, yakni PT Mahkota Sentoaa Utama. Hal itu disampaikan perusahaan lewat Keterbukaan Informasi Bursa Efek Indonesia (BEI), Minggu (11/12/2022).

Baca Juga: Konsumen Meikarta Protes, Lippo Group: Serah Terima Apartemen Tetap Jalan Sampai 2027

"Berdasarkan informasi yang telah kami terima dari PT MSU, aksi demonstrasi tersebut dilakukan untuk memenuhi permintaan pembeli yang berbeda dari kesepakatan perdamaian yang disahkan (homologasi)," kata Veronika dalam keterangan tersebut.

Putusan pengadilan yang dimaksud Veronika adalah putusan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat No. 328/Pdt.SusPKPU/2020/PN.Niaga Jakarta Pusat tertanggal 18 Desember 2020 yang telah berkekuatan hukum tetap ('inkracht van gewijsde') pada tanggal 26 Juli 2021 (“putusan homologasi”).

Dalam putusan tersebut, Pengadilan Niaga Jakarta Pusat menyebutkan penyerahan unit akan dilakukan secara bertahap sampai dengan tahun 2027.

"PT MSU senantiasa memenuhi komitmennya dan menghormati putusan homologasi yang mengikat bagi MSU dan seluruh krediturnya (termasuk pembeli)," ujar Veronika.

Veronika menegaskan, setiap pembeli yang telah membeli unit apartemen, baik tunai kredit, akan segera mendapatkan unitnya. Tapi penyerahan unit apartemen terpaksa dilakukan secara bertahap, lantaran pembangunan yang masih berlangsung hingga saat ini dan beberapa kendala.

Ia pun mengakui ada beberapa pembeli yang keberatan dan menempuh jalur hukum, saat sudah ada putusan dari pengadilan dan pihaknya yang terus merampungkan pengembangan Meikarta.

"PT MSU juga sudah menginformasikan hasil putusan homologasi ini kepada seluruh pembeli yang belum menerima unit, di mana pelaksanaan hasil putusan sudah dijalankan dalam bentuk serah terima unit secara bertahap sejak Maret 2021 lalu," ungkapnya.

"Beberapa pembeli telah berupaya menempuh jalur hukum dengan mengajukan gugatan perdata, namun pengadilan tetap memutuskan bahwa putusan homologasi yang harus dihormati dan dilaksanakan oleh para pihak," ujarnya.

Baca Juga: Proyek Meikarta Diduga Mangkrak, Puluhan Korban Gelar Unjuk Rasa Minta Dana Dikembalikan!

Sebelumnya, ratusan orang yang tergabung dalam Perkumpulan Komunitas Peduli Konsumen Meikarta (PKPKM) berunjuk rasa di depan Gedung MPR/DPR/DPD Senayan, Jakarta Pusat, Senin (5/12/2022).

Mereka meminta bantuan kepada DPR untuk menyelesaikan gagalnya serah terima unit apartemen dan menuntut uang mereka dikembalikan.

Salah satu pembeli apartemen, Yovi Setiawan (50), dari Batam, Kepulauan Riau, telah membeli satu unit Apartemen Meikarta seharga 260 juta secara bertahap di Distrik 3.

Ia memulai pembayaran pertama pada 2017 hingga lunas pada 2019 dengan cicilan sekitar Rp 10 juta per bulan pada megaproyek PT MSU ini.

"Kami merasa ada yang tidak beres ketika serah terima unit dijanjikan pada pertengahan 2019-2020, tetapi tidak terealisasi," kata Yovi seperti dikutip dari Harian Kompas.

"Kami diminta menunggu lagi selama enam bulan dan diperpanjang menjadi 18 bulan sampai sekarang. Sepertinya tidak akan ada kepastian, makanya kami menuntut pengembalian uang,” ujarnya.

Baca Juga: Keluarga Korban yang Uangnya Dikuras Tukang Becak Ancam Gugat BCA

Tipe unit Apartemen Meikarta yang berbeda tersebar di Distrik 1, 2, 3. Pada 2017, harganya berkisar Rp 170 juta-Rp 800 juta dari tipe studio hingga tipe 80.

Ketua PKPKM Aep Mulyana menjelaskan, terdapat tiga cara pembayaran apartemen, yaitu hard cash atau pembayaran langsung lunas, cash bertahap dengan jangka waktu dua tahun, dan kredit pemilikan apartemen (KPA) dengan jangka waktu hingga 10-15 tahun.

Sebanyak 80 persen pembeli yang membayar secara KPA dilakukan kepada Bank Nobu, satu kepemilikan perusahaan dengan PT MSU, yaitu Lippo Group.

"Pembeli sudah mencicil sejak 2017 hingga 2022 belum ada satu pun yang melakukan serah terima unit apartemen. Hingga kini, masih banyak tanah kosong dan bangunan yang belum selesai peruntukannya," tutur Aep.

"Banyak pembeli yang tertekan dan tidak bisa menyekolahkan anaknya karena pihak bank intimidatif dan memaksa menyelesaikan kredit apartemen yang belum ada bentuk fisiknya,” ujarnya.




Sumber :




BERITA LAINNYA



FOLLOW US




Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.


VIDEO TERPOPULER

Close Ads x