JAKARTA, KOMPAS.TV- Hari ini, Senin (28/11/2022) adalah batas akhir para gubenur harus mengumumkan Upah Minimum Provinsi 2023. Hal itu sesuai Peraturan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 18 tahun 2022.
Beleid itu mengatur periode penetapan dan pengumuman UMP 2023 yang sebelumnya paling lambat 21 November 2022, diperpanjang menjadi 28 November 2022. Sedangkan UMK sebelumnya paling lambat 30 November 2022, menjadi 7 Desember 2022.
Permenaker itu juga mengatur jika kenaikan UMP 2023 maksimal 10 persen. Poin terakhir inilah yang diprotes buruh dan juga kalangan pengusaha. Pihak buruh menginginkan kenaikan UMP 2023 di atas 10 persen. Sedangkan pengusaha menilai aturan itu menimbulkan dualisme kebijakan.
Ketua Umum Kadin Arsjad Rasjid menyatakan, pihaknya akan melakukan uji materi terhadap aturan itu ke Mahkamah Agung (MA).
Arsjad mengatakan, gugatan itu dilayangkan karena kalangan pengusaha tetap ingin berpegang pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan yang merupakan aturan turunan Undang-Undang Cipta Kerja.
Menurutnya, PP 36/2021 itu mencerminkan stabilitas investasi, kesejahteraan pekerja, dan keadilan bagi pengusaha.
Baca Juga: KADIN Akan Gugat Permenaker 18 Tahun 2022 yang Batasi Kenaikan UMP Maksimal 10 Persen
"Untuk memastikan agar kebijakan tersebut tidak kontraproduktif, maka Kadin bersama dengan Asosiasi Pengusaha dan seluruh perusahaan anggota Kadin terpaksa akan melakukan uji materi terhadap Permenaker Nomor 18/2022," kata Arsjad dalam keterangan tertulisnya, Kamis (24/11/2022).
"Namun, apa pun hasilnya, pelaku usaha siap mematuhinya," ujarnya.
Perbedaan dasar hukum untuk menghitung kenaikan UMP 2023 ini terlihat salah satunya di DKI Jakarta. Kepala Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi, dan Energi (Kadis Naker) DKI Jakarta Andri Yansyah menyampaikan, usulan dari pemprov adalah naik 5,6 persen.
"Saat sidang dewan pengupahan, unsur pemerintah mengusulkan sesuai dengan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 18 tahun 2022, menggunakan alfa 20 persen, setara dengan Rp4.901.798 atau naik 5,6 persen," kata Andri beberapa waktu lalu.
"Kalau dari Kadin mengusulkan besaran UMP itu sudah mengikuti Permenaker 18 2022, tetapi dia mengambil alfa yang 10 persen, karena itu kan ada alfa 10, 20,30. Dia mengusulkan di angka Rp4.879.053 atau 5,11 persen," ucapnya.
Adapun usulan yang disampaikan oleh buruh sebesar 10,55 persen atau sebesar Rp5.151.000. Sedangkan, perwakilan Apindo tetap kukuh menjadikan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36/2021 tentang Pengupahan sebagai dasar perhitungan UMP 2023 mengusulkan kenaikan 2,62 persen.
Baca Juga: Buruh Usul UMP DKI 2023 Naik Jadi Rp5,1 Juta, Apindo: Tidak Sesuai Ketentuan
"Unsur Apindo, mereka mengusulkan di angka 2,62 sesuai dengan perhitungan PP 36 tahun 2021. Kisaran nya Rp4.763.293," ujarnya.
Begitu juga di Jawa Barat. Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil menyatakan, nilai UMP Jabar 2023 akan naik jika dibandingkan tahun lalu. Meskipun ada perbedaan persentase kenaikan antara buruh dan pengusaha.
"Buruh minta 12 persen (naiknya), pengusaha minta enam persen. Nanti kita lihat ya, tapi intinya naik," kata Ridwan Kamil di Bandung, seperti dikutip dari Antara.
Sebelumnya Pemprov Jabar resmi menetapkan Upah Minimum Provinsi (UMP) Tahun 2022 sebesar Rp1.841.487,31 dan jumlah tersebut mengalami kenaikan sebesar 1,72 persen jika dibandingkan dengan nilai UMP Tahun 2021.
Formula kenaikan UMP juga seiring dengan instruksi dari Kementerian Tenaga Kerja (Kemenaker).
"Sedang dibahas, pokoknya sesuai jadwal. Intinya ada kenaikan signifikan dibanding dengan tahun lalu," ujarnya.
Sumber : Antara
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.