JAKARTA, KOMPAS.TV- Menteri Keuangan Sri Mulyani menyatakan, jika harga Pertalite dan Solar tidak dinaikkan, pemerintah butuh tambahan dana sekitar Rp198 triliun. Dana itu akan digunakan untuk subsidi BBM, sehingga rakyat tetap dapat membeli dengan harga murah.
Namun masalahnya, pemerintah kesulitan mendapatkan dana tambahan itu. Alokasi subsidi sebesar Rp502 triliun yang diajukan pemerintah dan disetujui DPR, sudah habis. Hal itu ia sampaikan dalam rapat kerja dengan Komite IV DPD RI, Kamis (25/8/2022).
"Duitnya sudah disediakan Rp502 triliun, tapi habis. Pertanyaannya 'ibu mau nambah (anggaran subsidi BBM) atau enggak?' Kalau nambah dari mana anggarannya? Suruh ngutang?," kata Sri Mulyani seperti dikutip dari Kompas.com, Jumat (26/8/2022).
Ia memaparkan, subsidi Rp502 triliun saja sebenarnya sudah membengkak dari alokasi awal, yang hanya sebesar Rp 152,1 triliun. Jika jumlah itu ditambah dengan Rp198 triliun, maka total subsidi akan mencapai Rp700 triliun.
Sebagai perbandingan, anggaran pendidikan di 2022 adalah sebesar Rp621 triliun.
Baca Juga: Ekonom Soal BBM Naik: Mana Lebih Baik, Anggaran Pemerintah Jebol Atau Anggaran Rakyat yang Jebol?
Kemudian, Sri Mulyani menjelaskan mulanya pemerintah mengasumsikan rata-rata harga minyak mentah Indonesia (Indonesian Crude Price/ICP) sebesar 100 dollar AS per barrel. Namun, realisasinya hingga saat ini berada di level 105 dollar AS per barrel.
Sementara nilai tukar rupiah yang semula diasumsikan sebesar Rp 14.450 per dollar AS, kini semakin melemah menjadi ke level Rp 14.750 per dollar AS. Kondisi depresiasi rupiah ini membuat RI harus membayar lebih mahal untuk impor minyak mentah.
"Itu nambah lagi jadinya, karena minyaknya masih juga diimpor," tambahnya.
Bendahara Negara itu lalu menyebut harga keekonomian Solar mencapai Rp 13.950 per liter, jauh lebih tinggi dari harga jual di masyarakat yang sebesar Rp 5.150 per liter.
Sementara Pertalite harga keekonomiannya mencapai Rp 14.450 per liter, namun harga jual di masyarakat hanya sebesar Rp 7.650 per liter. Harga tersebut dengan asumsi ICP 100 dollar AS per barrel.
Baca Juga: Harga Telur di Jakarta Tembus Rp35.000, Merauke Rp54.000, Mendag: Karena Afkir Dini dan Bansos
"Perbedaan Rp 8.300 untuk Solar dan Rp 6.800 untuk Pertalite itu yang harus kami bayar ke Pertamina. Itulah yang disebut subsidi dan kompensasi," tuturnya.
Nah, subsidi Rp502 triliun itu dibutuhkan saat konsumsi BBM mencapai 23 juta kiloliter, sedangkan hingga akhir tahun diprediksi total konsumsi BBM mencapai 28 juta kiloliter.
Sementara konsumsi Solar diperkirakan mencapai 17,2 juta KL hingga akhir tahun, padahal kuota yang ditetapkan untuk tahun ini hanya sebesar 14,91 juta KL.
"Jadi kalau ikuti tren (konsumsi) ini, bulan Oktober habis kuotanya (Solar), bahkan kalau diikuti akhir September ini habis kuota untuk Pertalite," tandasnya.
Sumber : Kompas.com
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.