WASHINGTON, KOMPAS.TV - Menteri Keuangan Sri Mulyani menyerukan perlunya tindakan untuk mengatasi potensi terjadinya krisis ketahanan pangan sebagai dampak dari perang di Ukraina. Hal itu ia sampaikan saat menjadi panelis di acara Tackling Food Insecurity: The Challenge and Call to
Action, di Washington, Selasa (19/4/2022).
Di hadapan delegasi negara anggota G20, Sri Mulyani menyatakan perang dan tindakan-tindakan yang menyertainya telah memicu kenaikan harga komoditas energi serta pangan.
"Apabila hal tersebut tidak diantisipasi secara dini, akan menimbulkan krisis pangan di negara-negara miskin dan rentan yang memiliki kapasitas fiskal yang terbatas," kata Sri Mulyani dalam keterangan tertulisnya, Rabu (20/4/2022).
Acara tersebut juga dihadiri oleh Menteri Keuangan Amerika Serikat Janet Yellen. Ia mengatakan, sebelum adanya perang Rusia-Ukraina, masalah pangan dunia sudah mengkhawatirkan.
Baca Juga: Ini Syarat Pertemuan G20 yang Akan Dihadiri Menkeu AS Di Washington
Kini konflik antara keduanya membuat krisis pangan semakin parah. Pasalnya, Rusia dan Ukraina adalah produsen energi dan bahan pangan yang selama ini berkontribusi besar untuk pasokan dunia.
"Sebelum perang, lebih dari 800 juta orang atau 10 persen dari populasi global menderita kerawanan pangan kronis," ujar Yellen dikutip dari Antara.
"Proyeksi kenaikan harga pangan saja dapat mendorong setidaknya 10 juta orang jatuh ke dalam kemiskinan," ujarnya.
Ia menegaskan, serangan Rusia ke Ukraina adalah penyebab memburuknya krisis pangan. Yellen pun mendorong negara-negara untuk mengurangi dampak perang Rusia-Ukraina terhadap kelompok paling rentan di dunia. Yaitu masyarakat miskin dan petani.
Baca Juga: Dirjen Pajak Soal Tax Amnesty Jilid II: Kami Ada Catatan Harta yang Belum Dilaporkan
"Saya ingin memperjelas, tindakan Rusia bertanggung jawab untuk ini," ucap Yellen.
Sementara itu, Menteri Keuangan Jerman Christian Lindner yang berbicara atas nama negara-negara G7, meminta semua negara untuk menjaga pasar pertanian tetap terbuka; tidak menimbun dan tidak menahan stok; dan tidak memaksakan pembatasan ekspor yang tidak dapat dibenarkan pada produk atau nutrisi pertanian.
"G7 yang saat ini dipimpin oleh Jerman, telah berkomitmen untuk bekerja dengan lembaga keuangan internasional dan organisasi pemerintah yang berpikiran sama untuk bertindak dengan cepat (mengatasi masalah pangan)," tutur Lindner.
Dalam acara terpisah, Presiden Bank Dunia David Malpass mengatakan negara-negara maju harus meningkatkan bantuan pangan ke negara-negara berkembang, serta meningkatkan produksi pangan, energi dan pupuk.
Baca Juga: Pertumbuhan Ekonomi Dunia Diperkirakan Berkurang, IMF Salahkan Invasi Rusia ke Ukraina
"Pembayaran tunai atau voucher akan menjadi cara yang baik untuk membantu petani di negara-negara miskin membeli pupuk untuk memastikan produksi pangan yang berkelanjutan," kata Malpass.
Sedangkan Ketua IMF Kristalina Georgieva mengatakan, krisis ketahanan pangan menambah tekanan keuangan pada 60 persen negara berpenghasilan rendah. Hal itu juga membuat mereka kesulitan membayar utang.
IMF pun mendesak China dan kreditur sektor swasta untuk segera meningkatkan partisipasi mereka dalam kerangka kerja umum G20 untuk penanganan utang. Sebab China telah menebar pinjaman ke berbagai negara miskin, yang berpotensi gagal bayar.
"Kami tahu kelaparan adalah masalah terbesar yang bisa dipecahkan di dunia. Dan krisis yang membayangi adalah waktu untuk bertindak tegas," ucap Georgieva.
Sumber :
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.