JAKARTA, KOMPAS.TV- Kementerian Perdagangan (Kemendag) akan mengeluarkan aturan terkait predatory pricing di e-commerce pada bulan Juni. Hal diungkapkan Mendag M Lutfi dalam rapat kerja dengan Komisi VI DPR, Senin, (31/05/2021).
Predatory pricing adalah strategi penjualan dengan mematok harga yang sangat rendah dengan tujuan menyingkirkan pesaing dari pasar dan menarik pembeli dengan harga murah.
"Predatory Pricing ini kami sebetulnya sudah siap melaksanakan Permendag ini. Tapi ada permintaan untuk kita melihat masalah e-commerce atau digital economy dengan menyeluruh agar komprehensif," kata Lutfi dalam rapat yang disiarkan langsung, dikutip Selasa (01/06/2021).
Baca Juga: Menteri Perdagangan akan Buat Aturan soal Diskon di E-Commerce
"Rencananya kita akan keluarkan di bulan Juni ini. Kami mau menutup masalah Predatory Pricing, utamanya kegiatan hal curang yang dilaksanakan oleh banyak media lokal pasar yang sudah kejadian," tambahnya.
Ia menjelaskan, aturan predatory pricing akan mencakup aturan pengenaan diskon, mengatur pasar lokal dan impor di lapak e-commerce, memberi kesetaraan antara pelaku e-commerce dengan pedagang offline.
Masalah predatory pricing ini sebelumnya sudah dibahas Lutfi dalam Rapat Kerja Nasional Kementerian Perdagangan awal Maret lalu. Menurut Lutfi, diskon bukanlah sesuatu yang dilarang dalam perdagangan. Namun, perusahaan tidak boleh sengaja memberikan diskon untuk menghancurkan kompetisi.
Baca Juga: Shopee Tutup 13 Jenis Barang Impor, Menteri Teten Apresiasi
"Jadi kalau dia mau melakukan diskon boleh, dia tidak boleh membakar uang untuk menghancurkan kompetisi. Itu prinsipnya. Jadi Diskon bukan sesuatu yang tabu dalam perdagangan, tapi ketika dikerjakan dengan niatan yang menghancurkan, itu adalah sesuatu yang tidak boleh," jelasnya pada Kamis, (04/03/2021).
Lutfi menegaskan, aturan itu nantinya bukan merupakan bentuk proteksionisme terhadap produk lokal. Tapi semata guna memperbaiki iklim perdagangan, agar adil dan bermanfaat untuk semua penjual serta pembeli.
Bagi pedagang yang mengikuti aturan Kemendag sebagai regulator atau wasit perdagangan, bisa tetap menjalankan bisnisnya di Indonesia.
Selama pandemi, sektor perdagangan lewat e-commerce justru berkembang pesat. Lantaran pembatasan kegiatan masyarakat yang tidak memungkinkan warga untuk berbelanja langsung.
Bank Indonesia (BI) bahkan memprediksi, nilai transaksi e-commerce bisa melonjak sampai Rp 377 triliun pada tahun ini.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.