Kompas TV bisnis ekonomi dan bisnis

Menteri ESDM Sebut Indonesia akan Berhenti Impor BBM dan LPG pada 2030

Kompas.tv - 20 April 2021, 16:28 WIB
menteri-esdm-sebut-indonesia-akan-berhenti-impor-bbm-dan-lpg-pada-2030
Menteri ESDM RI Arifin Tasrif saat memberikan keterangan pers di Jakarta, Rabu (15/7/2020) (Sumber: Dok. Humas EBTKE)
Penulis : Dina Karina | Editor : Purwanto

JAKARTA, KOMPAS.TV- Pemerintah menargetkan akan berhenti mengimpor BBM dan gas LPG mulai tahun 2030. Target itu sudah dirumuskan dalam rencana strategis energi nasional.

Menteri Energi Sumber Daya Mineral Arifin Tasrif menyatakan, ia sudah memaparkan rencana tersebut ke Presiden Joko Widodo dalam rapat paripurna tadi siang, Selasa (20/04/2021).

Dalam rapat itu, Arifin bersama Dewan Energi Nasional menyampaikan beberapa isu terkait meningkatnya permintaan energi jangka panjang, dan masalah pada terbatasnya pasokan sumber daya dalam negeri.

Baca Juga: Impor BBM Indonesia pada Maret 2021 Kompak Naik

"Kemudian masih adanya impor BBM dan LPG, yang mana dalam strategi energi nasional, pada tahun 2030 kita tidak lagi impor BBM. Lalu, diupayakan juga tidak lagi impor LPG," kata Arifin dalam konferensi pers virtual di kanal YouTube Sekretariat Presiden.

Arifin juga menyampaikan kemajuan program elektrifikasi ke daerah terpencil serta perluasan program BBM 1 harga.

"Kita ingin capai 100 persen elektrifikasi, diharapkan semua daerah mendapatkan dukungan pasokan listrik. Demikian juga BBM, dengan program BBM satu harga harus bisa dinikmati masyarakat ke depannya," ujarnya.

Baca Juga: Pertamina Sasar Pesantren Jadi Basis Distribusi BBM Lewat Pertashop

Menurut Arifin, Presiden meminta agar pembangunan energi diarahkan menuju green economy atau pembangunan yang berbasis lingkungan. Untuk mencapainya, Kementerian ESDM akan mempercepat penggunaan energi baru terbarukan.

"Di 2035 kita upayakan bauran energi terbarukan meningkat sampai 38 ribu megawatt," pungkas dia.

Impor BBM Meningkat

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, impor minyak dan gas bumi (migas) pada Maret 2021 melonjak 74,74%, menjadi US$ 2,28 miliar dari US$ 1,30 miliar pada Februari 2021.

Jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu, impor migas pada Maret 2021 ini naik 41,87% dari US$ 1,61 miliar pada Maret 2020.

Baca Juga: Tinjau Lembata NTT, Jokowi Serap Keluhan Korban Bencana Soal Harga BBM

Berdasarkan data BPS, impor hasil minyak pada Maret 2021 berkontribusi terbesar dalam total impor migas, yakni US$ 1,2 miliar.

Lonjakan impor terbesar ada pada produk High Speed Diesel (HSD). Dimana impor pada Maret 2021 melonjak 98,53% menjadi US$ 151,73 juta, dari US$ 76,43 juta pada Februari 2021.

Lalu, kenaikan impor bensin Pertamax sebesar 74,53% menjadi US$ 420,55 juta, dari US$ 240,96 juta pada Februari 2021.

Sementara impor bensin Premium naik 67,58% menjadi US$ 374,59 juta, dari US$ 223,53 juta pada Februari 2021.

Baca Juga: Kobaran Api yang Muncul dari Pertamina Gas Tegal Gede adalah Kondisi Normal Saat Perawatan

Lonjakan impor hasil minyak ini juga terlihat karena adanya peningkatan dari sisi volume impor ketiga jenis bahan bakar minyak (BBM) tersebut.

Dari sisi volume, lonjakan impor terbesar terjadi pada diesel, tepatnya jenis High Speed Diesel (HSD) yakni meningkat 83,82% menjadi 283,59 ribu ton pada Maret 2021, dibandingkan Februari 2021 yang sebesar 154,28 ribu ton.

Sementara impor Pertamax atau bensin dengan nilai oktan (Research Octane Number/ RON) di atas 90 hingga 97 pada Maret 2021, mengalami peningkatan 54,87% menjadi 700,84 ribu ton, dari 452,53 ribu ton pada Februari 2021.

Baca Juga: Hasil Investigasi Ombudsman Terkait Kebakaran Kilang Minyak Pertamina di Balongan, Indramayu

Sedangkan impor bensin dengan RON 88 atau Premium naik 50,98% menjadi 622,12 ribu ton, dari 412,05 ribu ton pada Februari 2021.

Jika dihitung dari Januari-Maret 2021, maka impor premium nilainya mencapai US$ 882,9 juta dengan volume 1,62 juta ton. Angka tersebut turun 17,73% jika dibandingkan periode sama tahun lalu yang senilai US$ 1,07 miliar dengan volume 2,05 juta ton.

Untuk impor bahan bakar pesawat, BPS mencatat nilainya US$ 207,3 ribu dengan volume 164,2 ton. Impor ini berasal dari aviation gasoline (avgas). Sementara untuk aviation turbine (avtur) nihil.




Sumber : Kompas TV




BERITA LAINNYA



FOLLOW US




Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.


VIDEO TERPOPULER

Close Ads x