KOMPAS.TV - Setelah terkatung-katung selama 10 tahun dan melalui pembahasan yang a lot, Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual atau UU TPKS akhirnya disahkan oleh DPR dalam sidang paripurna 12 April 2022 lalu.
Pemerintah, anggota dewan maupun para aktivis perempuan dan anak menyambut baik pengesahan Undang-Undang TPKS.
Baca Juga: Penting Diketahui, Ini 9 Jenis Kekerasan Seksual yang Diatur dalam UU TPKS
Keberadaan payung hukum untuk melindungi para korban kekerasan seksual begitu mendesak seiring naiknya kasus dan makin rumitnya pidana kekerasan seksual.
Sejumlah pasal krusial termuat dalam undang-undang tindak pidana kekerasan seksual yang baru disahkan DPR.
Di antaranya pasal 4 ayat 1 yang menjelaskan cakupan pidana yang bisa diancam oleh beleid ini, yakni pelecehan seksual nonfisik, pelecehan seksual fisik, pemaksaan kontrasepsi, pemaksaan sterilisasi, pemaksaan perkawinan, penyiksaan seksual, eksploitasi seksual, perbudakan seksual, dan kekerasan seksual berbasis elektronik.
Sejumlah kemajuan juga termuat dalam pasal lain, pasal 16 mengatur mengenai restitusi yang sebelumnya merupakan pidana tambahan kini ditempatkan menjadi pidana pokok.
Pasal 23 dengan tegas menyatakan, perkara tindak pidana kekerasan seksual tidak dapat dilakukan di luar proses peradilan kecuali terhadap pelaku anak.
Untuk membuktikan terdakwa bersalah, pasal 25 mengatur keterangan saksi dan atau korban cukup jika disertai satu alat bukti.
Sementara pasal 35 ayat 2 memuat hal baru mengenai pengaturan dana bantuan korban.
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Bintang Puspayoga mengatakan, pengesahan UU TPKS sangat berarti tidak hanya bagi kementerian tetapi juga bagi masyarakat Indonesia khushunya perempuan, anak, dan penyandang distbailistas.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.